Bagikan:

JAKARTA - Kepala Dinas Sosial Provinsi Gorontalo Muhammad Nadjamuddin menyebut kemarahan Menteri Sosial Tri Rismaharini kepada seorang petugas koordinator Program Keluarga Harapan (PKH) diawali karena kesalahan komunikasi. Kejadian ini terjadi saat Risma melakukan kunjungan kerja di Gorontalo pada Kamis, 30 September lalu.

Ia menjelaskan kemarahan Risma awalnya terjadi saat politikus PDI Perjuangan itu mengecek data penerimaan bantuan sosial antara pihak bank sebagai penyalur dengan para koordinator PKH di berbagai wilayah. Selain itu mereka juga diminta menyampaikan kendala dalam menyerahkan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan.

"Ditanyakan sudah sejauh mana realisasi penerimaan atau penyerahan tersebut," ungkap Nadjamuddin saat berbincang dengan VOI melalui teleconference, Sabtu, 2 September.

Namun, akibat adanya perbedaan data, seorang koordinator menyampaikan ada beberapa masyarakat belum menerima bantuan sosial karena kemungkinan dicoret. "Nah, kata coret itu yang membuat Bu Risma naik pitam. Itu yang jadi persoalan," tegasnya.

"Itu yang jadi persoalannya. Jadi ini ada miskomunikasi tentang data. Bahwa yang mana setelah dicek ke pihak bank, nama itu masih ada. Apa yang disampaikan koordinator PKH juga langsung dikroscek di kementerian karena kebetulan ada staf ahli yang mengelola itu dan ternyata nama itu masih ada," imbuh Nadjamuddin.

Hanya saja, dia tak menyalahkan perbedaan data yang dipegang oleh koordinator PKH itu. Penyebabnya, data tersebut tidak dibuka oleh Kementerian Sosial (Kemensos) kepada koordinator tapi hanya kepada pihak bank.

"SP2Dnya itu dari Kemensos hanya kepada pihak bank. Kemudian pihak bank itu menyampaikan ke pendamping PKH termasuk kabupaten atau kota. Saya pun dinas provinsi enggak dapat. Di sini yang jadi persoalan," jelas Nadjamuddin.

Dia pun tak menyangka Risma naik pitam sampai menunjuk dan mendorong petugas koordinator yang tengah menyampaikan permasalahan yang dihadapi. Apalagi, ia menganggap petugas tersebut juga tak tahu apa-apa karena hanya berupaya memperjuangkan hak masyarakat yang membutuhkan bantuan.

"Cuma mungkin karena dia menyampaikan bahwa sudah dicoret, nah, Bu Risma naik pitam. 'Saya tidak pernah mencoret saya hanya memperluas'. Itu kemudian Ibu Risma naik pitam, naik darah, tensinya jadi tinggi," katanya.

"Beliau setelah kejadian itu, setelah menunjuk itu beliau langsung marah, kembali ke tempat duduknya, malah mengusir. Itu yang jadi kurang bagus untuk kami yang ada di daerah," tambah Nadjamuddin.

Dirinya pun tak menampik suasana rapat yang digelar pada hari itu sempat tidak enak bahkan para koordinator PKH tak mau lagi untuk menyampaikan kendala yang mereka hadapi di lapangan. Namun, suasana ini sempat cair karena para koordinator PKH ini kembali berbincang dengan Risma dan akhirnya dia mengetahui permasalahan yang tengah dihadapi.

"Teman-teman PKH masih sempat menyampaikan yang sbenernya. Tapi saya tidak ikuti lagi. Mereka menyampaikan lagi baru Bu Risma paham. Itu mereka cerita ke saya. Dari situ Bu Risma paham apa yang terjadi," tutur Nadjmuddin.