Saat Risma Marahi Petugas PKH dan Buat Gubernur Gorontalo Tersinggung
Menteri Sosial Tri Rismaharini (Foto: kemensos.go.id)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini kembali membuat kontroversi dengan gaya marah-marahnya hingga membuat Gubernur Gorontalo Rusli Habibie merasa tersinggung.

Kemarahan Risma terjadi ketika rapat bersama pejabat Provinsi Gorontalo terkait distribusi bantuan sosial (bansos) pada Kamis, 30 September.

Rusli menilai sikap marah-marah yang dilakukan Risma sembari menunjuk warganya menggunakan pena tidak patut dilakukan. Selain itu, aksi Risma tersebut dinilai memberikan contoh buruk soal bagaimana seorang pejabat sekelas menteri bersikap.

"Saya saat melihat video itu sangat prihatin. Saya tidak memprediksi seorang ibu menteri, sosial lagi, memperlakukan seperti itu. Contoh yang tidak baik," jelasnya dikutip dari laman resmi Pemerintah Provinsi Gorontalo, Sabtu, 2 Oktober.

Sikap Risma pun tentu tak lepas dari sorotan Parlemen. Pasalnya, gaya arogan politikus PDIP sering sekali terjadi. 

Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Fadli Zon menilai kemarahan Risma di depan umum sudah melebihi batas.

Menurutnya, sebuah masalah tak akan selesai dengan cara meluapkan amarah.

"Perilaku marah-marah di depan publik dengan kekerasan verbal ini sudah melampaui batas, juga tak selesaikan masalah," tulis Fadli lewat akun Twitter-nya @FadliZon, Minggu, 3 Oktober.

Tak hanya kritik, Fadli Zon juga menyarankan Risma untuk segera menjalani terapi. Terapi tersebut disinyalir dapat melatih seseorang dalam mengontrol emosi amarah.

"Sebaiknya segera ikut terapi “anger management” (manajemen kemarahan)," imbuh politisi Gerindra itu.

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid juga merespon sikap Risma. Dia mendesak Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan atau bahkan Presiden sebagai atasan Menteri Sosial untuk memberikan teguran langsung kepada Mensos.

Guna menenangkan kekecewaan atau keresahan yang muncul di masyarakat, dan agar kejadian serupa tak berulang pada kemudian hari.

"Mensos sudah pernah marah-marah di depan publik, setidaknya kepada pejabat Pemerintah di Jember, Bandung, Riau, dan kini di Gorontalo. Memang data bansos bermasalah di daerah perlu diperbaiki, tapi tentunya tidak dengan marah-marah yang tidak menyelesaikan masalah, bisa dengan cara yang lebih elegan. Apalagi yang harus bertanggung jawab bukan hanya Pemda, melainkan juga Kemensos," ujar HNW dalam keterangannya, Minggu, 30 Oktober. 

Hidayat yang juga anggota DPR-RI Komisi VIII sebagai mitra Kementerian Sosial ini menilai, permasalahan data bantuan sosial memang harus segera diselesaikan.

Hal itu diperlukan kerja sama yang kondusif, karena tanggung jawabnya tidak hanya ada pada pemerintah daerah, melainkan juga Kemensos.

Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini juga mendesak Menteri Sosial untuk memperbaiki cara berkomunikasi sebagai pejabat pemerintahan dengan tidak mengumbar marah besar di depan khalayak.

"Sikap marah-marah di depan publik justru rawan memperuncing hubungan antara pusat dan daerah, bahkan Gubernur Gorontalo misalnya sampai tersinggung dan minta Presiden mengevaluasi sikap Mensos," kata HNW.

Aksi Risma marah-marah terekam dalam video yang akhirnya beredar luas di media sosial. 

Tampak dalam video, awalnya seorang pria berdiri di sisi depan sebelah kanan Risma sedang berbicara sambil sesekali memegang handphone. Risma pun sesekali merespons pernyataan pria tersebut.

"Jadi bukan kita cor, ya," kata Risma sambil memegang mik, seperti dalam video.

Namun, mendadak perhatian Risma tertuju pada pria berkemeja merah yang ada di sisi depan sebelah kirinya. Risma lantas berjalan menghampiri pria tersebut sambil marah dan menunjuk menggunakan benda seperti pulpen.

"Tak tembak kamu ya, kamu tak tembak, ya," ucap Risma kepada pria yang mengenakan kemeja merah.

Tidak jelas alasan Risma tiba-tiba bersikap demikian. Akan tetapi, ketika Risma berjalan, pria berkemeja merah yang awalnya duduk itu berdiri.

"Tak tembak kamu," tegas Risma sambil kali ini mendorong pria tersebut menggunakan benda seperti pulpen.

Sontak pria yang sebelumnya berdiri ketika dihampiri Risma jadi terduduk seketika akibat dorongan Risma. Suasana rapat pun menjadi hening saat itu.

Risma saat itu masih berdiri di tempat selama beberapa detik sambil memandang ke arah pria berkemeja merah itu. Tak lama kemudian, Risma akhirnya kembali ke tempat duduknya.

Lagi-lagi Risma kembali melontarkan nada tinggi. Dia membahas terkait DTKS.

"DTKS, DTKS dicoret. Saya tidak berani nyoret," sebut Risma dengan nada tinggi.

Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Provinsi Gorontalo Muhammad Nadjamuddin menyebut kemarahan Menteri Sosial Tri Rismaharini kepada seorang petugas koordinator Program Keluarga Harapan (PKH) diawali karena kesalahan komunikasi.

Saat itu, kata Nadjamuddin, Risma awalnya mengecek data penerimaan bantuan sosial antara pihak bank sebagai penyalur dengan para koordinator PKH di berbagai wilayah. Selain itu mereka juga diminta menyampaikan kendala dalam menyerahkan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan.

"Ditanyakan sudah sejauh mana realisasi penerimaan atau penyerahan tersebut," ungkap Nadjamuddin saat berbincang dengan VOI melalui teleconference, Sabtu, 2 September.

Namun, akibat adanya perbedaan data, seorang koordinator menyampaikan ada beberapa masyarakat belum menerima bantuan sosial karena kemungkinan dicoret. "Nah, kata coret itu yang membuat Bu Risma naik pitam. Itu yang jadi persoalan," tegasnya.

"Itu yang jadi persoalannya. Jadi ini ada miskomunikasi tentang data. Bahwa yang mana setelah dicek ke pihak bank, nama itu masih ada. Apa yang disampaikan koordinator PKH juga langsung dikroscek di kementerian karena kebetulan ada staf ahli yang mengelola itu dan ternyata nama itu masih ada," imbuh Nadjamuddin.

Hanya saja, dia tak menyalahkan perbedaan data yang dipegang oleh koordinator PKH itu. Penyebabnya, data tersebut tidak dibuka oleh Kementerian Sosial (Kemensos) kepada koordinator tapi hanya kepada pihak bank.

Bahkan, Nadjamuddin mengatakan data tersebut juga tidak dipegangnya. Sehingga, hal inilah yang kemudian menyebabkan adanya persoalan dan kesalahan komunikasi.

Namun, dia tak menyangka Risma naik pitam sampai menunjuk dan mendorong petugas koordinator yang tengah menyampaikan permasalahan yang dihadapi. Apalagi, ia menganggap petugas tersebut juga tak tahu apa-apa karena hanya berupaya memperjuangkan hak masyarakat yang membutuhkan bantuan.

"Cuma mungkin karena dia menyampaikan bahwa sudah dicoret, nah, Bu Risma naik pitam. 'Saya tidak pernah mencoret saya hanya memperluas'. Itu kemudian Ibu Risma naik pitam, naik darah, tensinya jadi tinggi," katanya.

"Beliau setelah kejadian itu, setelah menunjuk itu beliau langsung marah, kembali ke tempat duduknya, malah mengusir. Itu yang jadi kurang bagus untuk kami yang ada di daerah," tambah Nadjamuddin.

Dirinya pun tak menampik suasana rapat yang digelar pada hari itu sempat tidak enak bahkan para koordinator PKH tak mau lagi untuk menyampaikan kendala yang mereka hadapi di lapangan. Namun, suasana ini sempat cair karena para koordinator PKH ini kembali berbincang dengan Risma dan akhirnya dia mengetahui permasalahan yang tengah dihadapi.

"Teman-teman PKH masih sempat menyampaikan yang sbenernya. Tapi saya tidak ikuti lagi. Mereka menyampaikan lagi baru Bu Risma paham. Itu mereka cerita ke saya. Dari situ Bu Risma paham apa yang terjadi," ujarnya.