Bagikan:

JEMBER - Bupati Jember Hendy Siswanto berharap DPRD meneruskan temuan Rp107 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan dalam Laporan Hasil (LHP) Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Jember tahun 2020 ke aparat penegak hukum.

"Kami sudah melakukan konsultasi audit ke BPK Perwakilan Jawa Timur terkait dua persoalan, yakni dana sebesar Rp31 miliar terkait dana wastafel yang belum terbayarkan dan dana COVID-19 sebesar Rp107 miliar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan," kata Hendy usai rapat paripurna di DPRD Jember dikutip Antara, Kamis, 30 September.

Dalam LHP BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Jember tahun 2020 ditemukan anggaran bantuan tidak terduga COVID-19 sebesar Rp107 miliar tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Pemkab Jember masa pemerintahan Bupati Jember Faida mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk penanganan COVID-19 tahun 2020 mencapai Rp479 miliar melalui refocusing anggaran belanja tidak terduga (BTT).

Dalam dokumen laporan hasil pemeriksaan BPK menyebutkan total belanja Satgas COVID-19 mencapai Rp220,5 miliar, namun sebanyak Rp107 miliar tanpa disertai pengesahan surat pertanggung jawaban (SPJ), sehingga kelengkapan SPJ untuk belanja dalam penanganan COVID-19 hanya senilai Rp74,7 miliar saja.

"Kalau persoalan Rp107 miliar itu tidak cepat selesai, maka Pemkab Jember tetap akan mendapat opini tidak baik, sebaik apapun pekerjaan (pelaksanaan) APBD Tahun Anggaran 2021 yang saya lakukan," tuturnya.

Berdasarkan data, anggaran sebesar Rp107 miliar itu meliputi beberapa jenis belanja, yaitu belanja honorarium, belanja uang saku, belanja makan minum bantuan sosial, belanja barang pakai habis, belanja modal (alat kesehatan, wastafel).

Kemudian belanja bantuan sosial (sembako, uang tunai), namun penyajian laporan pertanggungjawabannua tidak sesuai dengan standar akuntansi pemerintah, sehingga dinilai tdak bisa dipertanggungjawabkan.

"Kami tidak mungkin menelusuri dana Rp107 miliar karena pemeriksaan lapangan pekerjaan belanja wastafel yang menggunakan dana belanja tak terduga (BTT) 2020 sebesar Rp 31,5 miliar yang kini juga menjadi persoalan itu memakan waktu kurang lebih tiga bulan," katanya.

Apabila dibiarkan, lanjut dia, dana sebesar Rp107 miliar itu secara otomatis tercatat dalam neraca sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) APBD tahun anggaran 2021, padahal uang tersebut tidak ada.

"Untuk bisa mengeluarkan Rp107 miliar dari neraca APBD Jember, maka persoalan itu harus diserahkan ke aparat penegak hukum dan mereka yang akan mengambil alih untuk pemeriksaannya," ujarnya.

Hendy meminta DPRD Jember sebagai representasi wakil rakyat yang melaporkan persoalan itu kepada aparat penegak hukum secepatnya agar dana COVID-19 sebesar Rp107 miliar itu tidak membebani neraca APBD 2022.

Sementara Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi mengatakan hal tersebut sebenarnya sudah jelas dan harus ada yang bertanggung jawab karena setiap rupiah uang negara harus dipertanggungjawabkan.

"Kami akan segera melaporkan hal itu ke aparat penegak hukum karena kalau dibiarkan berlarut-larut maka akan membebani neraca APBD Jember dan sampai kapanpun opini BPK terhadap pengelolaan keuangan daerah tidak bisa wajar tanpa pengecualian (WTP)," katanya.

Ia mengatakan pimpinan DPRD akan meminta pendapat tim ahli terlebih dahulu sebelum melaporkan ke aparat penegak hukum agar langkah yang dilakukan tepat sesuai ketentuan.