Bagikan:

JAKARTA - Ribuan wanita berdemonstrasi di beberapa kota besar Amerika Latin pada Hari Selasa, memperingati hari aksi global untuk akses ke aborsi yang aman dan legal, di mana aborsi hanya diizinkan sejumlah negara di kawasan ini.

Di Mexico City, para wanita berbaris ke pusat bersejarah di bawah pengawasan polisi dengan tamen dan helm anti huru hara. Pihak berwenang memasang pagar pelindung di beberapa bangunan besar dan monumen yang di masa lalu menjadi sasaran corat-coret saat aksi unjuk rasa.

"Saya masih tidak tahu apakah saya ingin menjadi seorang ibu, tetapi saya ingin memiliki hak untuk memutuskan," demikian tulisan yang dipegang oleh seorang wanita muda dengan syal hijau di lehernya, mengutip Reuters 29 September.

Awal bulan ini, Mahkamah Agung Meksiko menyatakan mengkriminalisasi aborsi tidak konstitusional, disusul pemeirntah mengatakan akan membebaskan mereka yang dipenjara karena menggugurkan kandungan akan dibebaskan.

Ratusan wanita lainnya berbaris di bagian lain Meksiko, termasuk di kota Cuernavaca dan Veracruz.

Setiap tahun, ribuan wanita di Amerika Latin meninggal karena aborsi yang tidak aman pada saat kehamilan remaja dan kekerasan seksual terus meningkat di wilayah tersebut.

Di Kolombia, di mana aborsi hanya diperbolehkan dalam kasus pemerkosaan, risiko terhadap kehidupan ibu, atau cacat lahir, sekitar 800 wanita berbaris menuju pusat kota Bogota.

"Perempuan mengingatkan negara bagian dan masyarakat, kita adalah warga negara penuh, bukan kelas dua, dan bahwa kita memiliki hak untuk menggugurkan kandungan, secara sukarela mengganggu kehamilan, untuk memutuskan tentang tubuh kita, tentang hidup kita, dan tentang bangsal bersalin kita," kata Ita Maria Diez, seorang pemimpin demonstrasi Bogota.

Sebuah pawai juga diadakan di Chili, di mana majelis rendah Kongres setuju untuk memperdebatkan RUU guna mendekriminalisasi aborsi hingga 14 minggu setelah kehamilan.

Terpisah, puluhan orang di El Salvador mengibarkan bendera hijau dan berbaris melalui San Salvador dalam perjalanan ke Kongres, untuk menuntut pelonggaran undang-undang aborsi yang ketat di negara itu.

Mengangkat spanduk bertuliskan 'hak kami untuk memutuskan' serta 'aborsi legal, aman dan gratis', para pengunjuk rasa Salvador berusaha menekan para legislator untuk melonggarkan salah satu undang-undang aborsi paling ketat di dunia, yang melarang penghentian kehamilan dalam kasus pemerkosaan dan bahkan jika nyawa ibu terancam.

Proposal yang dibawa ke Kongres Salvador diberi nama 'Reformasi Beatriz', untuk menghormati seorang wanita muda yang pada tahun 2013 secara terbuka menyerukan aborsi untuk menyelamatkan hidupnya, karena dia menderita penyakit kronis, yang merenggut nyawanya empat tahun kemudian.

"Kami meminta langkah-langkah minimum untuk ditambahkan ke KUHP guna menjamin kehidupan dan integritas perempuan," Morena Herrera, seorang feminis Salvador terkemuka, mengatakan kepada wartawan.

"Tidak perlu reformasi konstitusi. Itu bisa dilakukan sekarang dan jika memang benar ada independensi kekuasaan, DPR harus merespons," tambahnya.

Sebelumnya, Presiden Salvador Nayib Bukele awal bulan ini mengesampingkan amandemen undang-undang aborsi, sebagai bagian dari perubahan konstitusional kontroversial yang direncanakan pemerintahnya.

Meski demikian, lebih dari 20 negara Amerika Latin masih melarang aborsi secara langsung, yang telah menghukum beberapa wanita hingga 40 tahun penjara.