Bagikan:

JAKARTA - India pecahkan rekor kasus COVID-19 baru sebanyak 34.956 kasus hanya dalam 24 jam. Rekor itu membuat jumlah orang yang terinfeksi virus corona baru di sana tembus 1 juta orang. Usut punya usut melonjaknya kasus di negara anak benua ini salah satunya adalah karena masalah ketimpangan. 

Jumlah tersebut membuat India jadi negara dengan kasus COVID-19 terparah ketiga di dunia. Mirisnya, negara itu juga jadi yang paling menderita kerugian ekonomi karena kehilangan pekerjaan akibat diterapkannya kuncitara.

Melansir CNN, salah satu faktor penyebab meroketnya kasus COVID-19 di India adalah karena masalah ketimpangan. Masalah itu terlihat dari bagaimana seseorang yang terpapar virus corona baru mendapat perawatan. 

Tak dapat dipungkiri bahwa mereka yang lebih berduit lebih mudah mendapat akses perawatan. Aktor Amitabh Bachchan misalnya, pada akhir pekan lalu ia dinyatakan positif COVID-19. Tak butuh waktu lama ia langsung mendapat perawatan di unit isolasi Rumah Sakit Nanavati, Mumbai, meskipun gejalanya ringan.

Padahal, saat itu hampir di seluruh India, tak sedikit pasien COVID-19 yang kritis dari kalangan biasa, pontang-ponting dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain untuk mencari tempat tidur yang tersedia. Musababnya, sistem kesehatan India tak lagi menampung lonjakan kasus COVID-19. Sulit untuk tak menyebut hal itu sebagai kesenjangan sosial. 

Tak hanya soal akses kesehatan yang tidak merata, bagi mereka yang hidup di daerah kumuh yang padat penduduknya merasakan sulitnya melakukan pembatasan jarak sosial. Belum lagi soal sanitasi yang buruk, menempatkan mereka pada risiko yang lebih besar terpapar virus corona baru.

Kebalikannya, bagi kaum kaya India, mereka bisa dengan mudah membayar perawatan kesehatan yang lebih baik dan dapat mengisolasi diri lebih mudah tanpa takut kekurangan uang atau kehilangan pekerjaan. Hal ini tentu menjadi kritik para ahli. Pasalnya, India yang termasuk negara kaya perlu mengevaluasi bagaimana cara memperlakukan para pekerja informal yang merupakan mayoritas dari tenaga kerja negara tersebut. 

Ketimpangan di India memang cukup parah. Diketahui, 60% dari 1,3 miliar orang India dianggap miskin, dengan sekitar 21% bertahan hidup dengan 2 dolar AS per hari. 

Mayoritas mereka bekerja sebagai buruh kasar atau upah harian di berbagai industri seperti pertanian atau konstruksi. Sedangkan di kota-kota besar, mereka bekerja sebagai penarik becak, pembersih jalan, penjual sayur, pengantar barang, dan asisten rumah tangga.

"Mereka ada di mana-mana, namun kita tidak pernah melihatnya sebagai manusia, kita melihatnya sebagai tenaga kerja yang tersedia dengan harga murah dan terjangkau untuk membuat hidup kita nyaman," kata Harsh Mander, seorang aktivis dan penulis hak asasi manusia India. 

Yang miskin makin miskin

Melemahnya ekonomi akibat pandemi COVID-19 turut mengancam krisis kelaparan. Bagaimana tidak, banyak di antara mereka yang hidup pas-pasan terancam kehilangan pekerjaan akibat kuncitara. Otomatis mereka juga akan kesulitan untuk dapat membeli makanan.

Seorang aktivis hak asasi manusia India, Mander mengatakan penerapan kebijakan kuncitara tak banyak mempertimbangkan dampak terhadap penduduk miskin. "Perlindungan dari lockdown tidak akan pernah meluas ke orang miskin. Untuk tinggal di rumah, Anda harus terlebih dahulu memiliki rumah, dapat melakukan social distancing, memiliki air yang mengalir, dan pekerjaan yang dapat dilakukan dari rumah," katanya.

Tanda-tanda dampak pandemi merusak perkembangan ekonomi yang telah dibangun beberapa tahun terakhir untuk mengentaskan kemiskinan terlihat jelas. Salah satu indikatornya adalah banyak anak-anak di keluarga berpenghasilan rendah terancam tidak kembali ke sekolah karena efek kuncitara. Selain itu bulan lalu UNICEF juga sudah mewanti-wanti bahwa terdapat 120 juta anak-anak di Asia Selatan menuju garis kemiskinan karena COVID-19.