Jelang Putusan, Tim Advokasi Novel Baswedan Minta Ketua MA Jamin Persidangan Berjalan Objektif
Penyidik KPK Novel Baswedan (Rizky Adytia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Tim advokasi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mendesak beberapa hal terkait sidang putusan terhadap Ronny Bugis dan Rahmat Kadir yang jadi terdakwa dalam kasus penyiraman air keras terhadap Novel. Salah satunya adalah meminta Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Syariffudin untuk memantau jalannya persidangan ini.

Selain itu, menurut salah satu advokat dalam tim ini, Saleh Al-Ghifari meminta Ketua MA menjamin sidang putusan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara ini berjalan secara objektif.

"Tim advokasi Novel Baswedan mendesak Ketua Mahkamah Agung untuk memberikan jaminan bahwa majelis hakim yang menyidangkan perkara ini akan bertindak objektif dan tidak ikut andil dalam peradilan sesat," kata Saleh dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Rabu, 15 Juli.

Selanjutnya, tim ini mendesak Komisi Kejaksaan melakukan pemeriksaan terhadap para penuntut umum dengan dugaan pelanggaran kode etik. Sebab, beberapa waktu yang lalu, penuntut umum hanya menuntut dua terdakwa dengan hukuman setahun penjara atas perbuatannya.

Selain itu, tim advokasi ini juga mendesak Komisi Yudisial (KY) mendalami dan memeriksa indikasi dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.

Desakan juga disampaikan kepada Propam Mabes Polri. Kata Saleh, Propam harus segera memeriksa Kadivkum Irjen Rudy Herianto. 

Alasannya, Rudy merupakan penyidik dalam kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Namun belakangan, Rudy ditunjuk menjadi kuasa hukum bagi Ronny Bugis dan Rahmat Kadir. Selain itu, Saleh menyebut, Rudy diduga melakukan penghilangan barang bukti untuk menulusuri kasus ini.

Terakhir, tim advokasi ini mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) independen yang bertujuan untuk membongkar kasus penyerangan terhadap penyidik KPK senior tersebut.

Dia menilai, jika TGPF ini tak dibentuk, maka bisa dikatakan Presiden Jokowi gagal dalam menjamin keamanan bagi warga negaranya. 

"Jika hal ini (pembentukan TGPF, red) tidak dilakukan maka presiden layak dikatakan gagal dalam menjamin keamanan warga negara mengingat Kapolri dan Kejagung berada di bawah langsung Presiden. Terlebih lagi korban merupakan penegak hukum," ujarnya.

Senada dengan tim advokasi Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo berharap Presiden Jokowi membentuk TGPF untuk membongkar pelaku sebenarnya terhadap koleganya itu.

"Kami berharap bahwa dengan akan selesainya proses persidangan ini, akan membuat presiden membentuk tim gabungan pencari fakta mencari para pelaku sebenarnya dan motif yang tidak terungkap di persidangan," kata Yudi.

Dia mengatakan, meski terdakwa akan divonis oleh hakim, Yudi yakin kasus yang menimpa Novel belum akan berakhir. "Karena aktor intelektual belum terungkap dalam fakta persidangan dan juga motif penyerangan belum jelas karena hanya pengakuan terdakwa. Apalagi tuntutan satu tahun sangat jauh dari sisi keadilan," tegasnya.

Yudi mengatakan, masyarakat saat ini menaruh harapan kepada majelis hakim yang akan menjatuhkan vonis karena jaksa penuntut justru memberikan hukuman yang sangat ringan bagi dua terdakwa yaitu Ronny Bugis dan Rahmat Kadir.

Dia menilai, masyarakat tentu akan melihat kerja hakim. Apakah hakim akan menghukum ringan sesuai tuntutan jaksa atau malah menghukum berat para pelaku seperti yang dilakukan oleh pengadilan Malaysia terhadap enam pembunuh jaksa lembaga antirasuah Malaysia, Kevin Morais.

"Kami harap bahwa pengungkapan kasus penyerangan Novel Baswedan ini benar-benar terungkap dan akan menjadi efek jera bagi orang lain agar tidak melakukan teror terhadap pegawai negara. Karena negara melalui perangkat hukumnya akan melindungi penegak hukumnya dengan menghukum secara keras dan tegas bagi pelaku peneror aparatnya," ungkapnya.

Sebelumnya, dalam sidang tuntutan, dua terdakwa penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan yaitu Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette dituntut setahun penjara.

Dalam tuntuan tersebut, tindakan terdakwa Rahmat dianggap terbukti memenuhi unsur penganiayaan dengan perencanaan dan mengakibatkan luka berat karena menggunakan cairan asam sulfat atau H2SO4 untuk melukai Novel Baswedan. Sedangkan, Rony diniali sudah terlibat dalam tindak penganiayaan karena membantu proses penganiayaan.

Selain itu, Jaksa menyebut jika hal yang memberatkan kedua terdakwa yaitu tindakan mereka sudah mencoreng kehormatan institusi Polri.

"Seperti kacang pada kulitnya, karena Novel ditugaskan di KPK padahal dibesarkan di institusi Polri, sok hebat, terkenal dan kenal hukum sehingga menimbulkan niat terdakwa untuk memberikan pelajaran kepada Novel dengan cara membuat Novel luka berat," ungkap Jaksa.