JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Nasir Djamir menilai, reaksi Novel Baswedan terkait putusan pelaku penyiraman air keras adalah sandiwara wajar. Sebab, hal itu adalah kebebasan dalam mengungkapkan pendapat.
Namun, kata Nasir, yang terpenting dalam kasus ini adalah proses hukum atas kejadian yang menimpa penyidik senior KPK sudah ditegakan.
"Ya kalau misalnya (dianggap sandiwara) itu terserah Novel ya, mau mencap pengadilan itu sandiwara atau apa. Yang penting proses (hukum) sudah berjalan," ucap Nasir di Jakarta, Kamis, 17 Juli.
Dia menyarankan, apabila Novel kurang puas atas putusan itu sebaiknya melakukan upaya hukum lagi. Yakni banding atas putusan pengadilan. Dengan begitu, dia bisa membuktikan apa yang disampaikan bahwa proses persidangan adalah sandiwara atau tidak.
"Bisa banding supaya bisa menganulir keadilan sandiwara yang disebut Novel tersebut jadi dia punya upaya hukum sampai kasasi sampai peninjauan kembali," papar Nasir.
Tetapi, berkaca dari pernyataan Novel, langkah hukum itu kemungkinan besar tak akan ditempuh. Sebab, Novel seolah pasrah dan tak ingin memperpanjang persolan tersebut.
"Kalau dia (Novel) mau tapi kalau dia sudah pasrah ya apa boleh buat," kata Nasir.
Sekadar informasi, terdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette divonis dua tahun penjara.
"Mengadili terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan mengakibatkan luka berat, selama dua tahun penjara. Memerintahkan terdakwa agar tetap ditahan," kata Ketua Majelis Hakim Djumyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang dilihat lewat siaran langsung, Kamis, 16 Juli.
Sedangkan, Ronny Bugis divonis divonis hakim dengan hukum 1,5 tahun penjara. "Mengadili terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan mengakibatkan luka berat, selama satu tahun dan enam penjara. Memerintahkan terdakwa agar tetap ditahan," ungkapnya.
Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis terbukti bersalah karena melanggar Pasal 353 Ayat (2) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan berat yang direncanakan terlebih dahulu.
Putusan ini dibacakan Djumyanto di depan jaksa penuntut umum (JPU) dan penasihat hukum kedua terdakwa. Sementara, terdakwa Rahmat dan Ronny tak dihadirkan di ruang sidang, melainkan mendengar putusan lewat video konferensi.