JAKARTA - Pandemi COVID-19 di Indonesia diyakini sudah mulai melandai. Namun ahli epidemiologi juga mengingatkan adanya ancaman gelombang ketiga yang masih mungkin terjadi di bulan Desember mendatang.
Salah satu indikasi bahwa COVID-19 di Indonesia mulai melandai adalah angka reproduksi kasus yang sudah turun di bawah 1. Selain itu, positivity rate juga sudah turun ke 1,31 persen, lebih rendah dari standar organisasi kesehatan dunia WHO yakni 5 persen.
"Untuk pertama kalinya Rt Indonesia di bawah 1. Artinya risiko penularan sudah menurun," tulis ahli epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, yang dikutip dalam akun Twitter pribadinya, Sabtu, 18 September.
Untuk diketahui, RT adalah Reproductive Number at time atau reproduksi penularan secara rerata. Angka reproduksi sendiri yakni suatu cara dalam memberi peringkat pada kemampuan penyebaran sebuah penyakit.
"Rt=1, satu orang menularkan ke satu orang lain Rt=4, satu orang yg terinfeksi dapat menularkan ke 4 orang lain, dan seterusnya. Kalau Rt kurang dari 1, artinya risiko penularan menurun dan diharapkan kasus baru semakin berkurang," jelas Pandu.
Sementara di sisi lain, pakar epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman, mengingatkan akan adanya ancaman gelombang ketiga yang masih mengintai. Jika semula diprediksi muncul pada Oktober, gelombang ketiga kini diperkirakan mundur ke akhir tahun.
"Sebelumnya saya selalu sampaikan potensi gelombang ketiga ada September, ini potensi gelombang ketiga mundur, tadinya Oktober, mundur lagi Desember," kata Dicky dalam diskusi daring, Jumat, 17 September.
Dicky menegaskan, penurunan COVID-19 yang terjadi saat ini sebaiknya tidak membuat siapa pun lengah. Dia juga mengingatkan, agar protokol kesehatan tetap harus ditaati, sedangkan testing dan tracing tetap harus digencarkan sebagai upaya pengendalian pandemi.
"Kombinasi 3T, 3M, termasuk kombinasi vaksinasi, ini membuat si potensi gelombang ketiga tuh makin mundur, jadi makin agak landai, jadi menekan," pungkasnya.
Menkes Siapkan Strategi Kendalikan Pandemi jadi Endemi
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, mengatakan sedang menyiapkan sejumlah strategi untuk mengendalikan COVID-19 dari pandemi menjadi endemi dan mentransformasi industri kesehatan. Namun menurutnya, vaksinasi bukan satu-satunya strategi untuk menekan laju penularan.
"Ada empat, 3 itu sifatnya strategi, dan satu strategi kepepet mencakup keperawatan di rumah sakit itu kepepet yang penting di depan deteksi. Nah vaksinasi salah satu di antaranya bukan the only strategy," papar Budi dalam acara Wealth Wisdom 2021 secara virtual, Sabtu, 18 September.
Budi mengingatkan kembali, bahwa yang terpenting itu adalah penerapan 3 M, Memakai masker, Mencuci tangan dan Menjaga jarak. Kemudian deteksi dengan 3 T, Testing, Tracing dan Treatment.
"Contoh 3 M kalau kita pakai masker akan mengurangi laju penularan 95 persen. Kenapa sih kita harus Testing, Tracing dan Treatment, karena kita testnya cepat kita tahu siapa yang kena tracingnya cepat kita tahu siapa yang ditulari, kita isolasi cepat, mengurangi laju penularan," katanya.
Kendati demikian, lanjut Budi, vaksinasi juga penting untuk membuat antibodi manusia itu siap akan paparan virus. Jadi, kata dia, apabila terpapar bisa mengurangi lamanya penyembuhan misal dari 14 hari hanya menjadi 5,4, atau 3 hari aja.
Budi menilai, untuk mengubah pandemi menjadi endemi itu bukan sesuatu yang mudah. Sebab, menurutnya, dalam sejarah pandemi tidak ada yang selesai dengan cepat.
"Umat manusia mengalami pandemi sudah sering. Saya lihat sejarahnya itu Black Death puluhan juta yang meninggal, kemudian dalam perang dunia ada Spanish Flu, lalu ada Polio, Cacar. Yang paling cepet 5 tahun, polio mungkin ratusan tahun dan masih ada sekarang belum selesai-selesai," katanya.
BACA JUGA:
Budi mengaku diperintahkan Presiden Joko Widodo untuk mentransformasi industri kesehatan pasca pandemi. Menkes pun sudah menyiapkan 6 kerangka. Pertama, soal primary care atau perawatan kesehatan utama.
"Karena kita merasa itu yang paling penting jauh lebih efektif lebih murah lebih nyaman dibandingkan transformasi kedua yakni second re-care," ucapnya.
Budi menjelaskan, second re-care itu transformasi bagaimana layanan rujukan ke rumah sakit. Kerangka ketiga sistem ketahanan kesehatan. Keempat, sistem pembayaran kesehatan.
"Kelima, transformasi sumber daya kesehatan seperti orang-orang, khususnya dokter. Terakhir transformasi informasi teknologi kesehatan," pungkasnya.