JAKARTA - Pemerintah tetap konsisten mewujudkan Reforma Agraria dan menyelesaikan konflik agraria melalui kolaborasi dengan akademisi dan organisasi masyarakat sipil. Penegasan ini disampaikan Deputi II Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden (KSP) Abetnego Tarigan.
Abetnego menyampaikan hal itu dalam diskusi publik yang digelar secara daring bersama Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra, Ahli Hukum Agraria dari Universitas Gadjah Mada Prof. Maria SW Sumardjono dan para peneliti dari Sajogyo Institute, sebagaimana siaran pers KSP yang diterima Antara di Jakarta, Sabtu, 18 September.
"Penyelesaian konflik membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, organisasi masyarakat sipil dan akademisi. Kolaborasi ini bukan hanya untuk menyelesaikan kasus, tapi juga mendapatkan pembelajaran penyelesaiannya dalam berbagai dinamika kebijakan," tutur Abetnego.
Dia mengatakan sejauh ini KSP telah menerima 1.191 pengaduan konflik agraria, dimana 137 kasus di antaranya telah ditetapkan sebagai kasus prioritas untuk diselesaikan tahun ini.
Abetnego menilai salah satu hal yang masih menghambat permasalahan konflik agraria adalah permasalahan ego sektoral antara kementerian/lembaga. Menurutnya, dibutuhkan pengawalan prioritas agar para kementerian/lembaga dapat bekerja dalam ruang dan waktu yang sama.
Dalam diskusi tersebut, peneliti Sajogyo Institute Ganies Oktaviana melaporkan beberapa tantangan lain yang ditemui di lapangan. Salah satunya adalah kesulitan dalam proses redistribusi atas tanah yang terindikasi terlantar untuk hak guna usaha (HGU) dan pelepasan permukiman desa dari kawasan hutan serta tanah eks aset PTPN di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah dan Kabupaten Malang, Jawa Timur.
BACA JUGA:
Hal ini juga disampaikan oleh Ahli Hukum Agraria Prof. Maria SW Sumardjono berpendapat bahwa pelaksanaan redistribusi atas tanah yang merupakan aset PTPN tidaklah mudah karena perlu disusun upaya khusus.
"Berangkat dari Tim (Agraria Bersama) 2021 yang diketuai Pak (Kepala Staf Kepresidenan) Moeldoko, perlu dibuat penyelesaian khusus atau keputusan bersama untuk mengamankan BUMN agar tidak dianggap merugikan negara," ujar Prof. Maria.
Sementara itu, Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra menegaskan bahwa pemerintah akan terus mengevaluasi bentuk kerjanya. Dia mengatakan upaya tersebut terlihat dari pengimplementasian UU Cipta Kerja yang berorientasi pada penguatan kepastian hukum kepada masyarakat atas hak tanahnya.