Ketakutan Menteri Hambat Belanja Kementerian
Presiden Jokowi saat memimpin rapat di Istana Negara, Selasa, 7 Juli. (Foto: BPMI di setkab.go.id)

Bagikan:

JAKARTA - Pengamat ekonomi INDEF, Nailul Huda menilai penyebab "seretnya" belanja anggaran kementerian saat ini karena para menteri takut. Mereka takut suatu saat disalahkan akibat kebijakan anggaran yang digelontorkan di tengah pandemi COVID-19.

"Bisa dibilang mereka takut untuk beradaptasi di masa pandemi COVID-19. Mereka juga khawatir nantinya mesti berhadapan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kalau serapan anggarannya asal-asalan," kata Nailul saat dihubungi VOI, Kamis, 9 Juli.

Nailul bilang, masalah penyerapan anggaran memang menjadi PR pemerintah sejak dulu. setiap tahun, penyerapan anggaran di awal bulan pasti sangat rendah. Apalagi, saat ini tengah dihadapkan dengan pandemi COVID-19. 

"Selama ini kan penyerapan digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran yang memang sifatnya pertemuan, konsinyering, FGD, dan kunjungan lapangan. Karena pandemi, mereka tidak bisa mengeluarkan untuk itu," ungkap Nailul.

Sudah pasti, kata dia, para menteri jadi kelabakan untuk pengeluaran anggaran untuk penanganan COVID-19, sebab tidak terbiasa menghadapi masalah wabah baru ini. Ditambah, aturan-aturan internal kementerian dan lembaga soal belanja anggaran yang rumit juga menjadi ganjalan.

Namun, Nailul menyarankan agar para menteri tak perlu takut bergerak cepat untuk melakukan belanja anggaran. Sebab, saat ini geliat ekonomi nasional sedang lemah akibat Pandemi COVID-19.

Lagi pula, kata dia, Jokowi sudah membuka pintu dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19.

"Mereka harus berani untuk membelanjakan anggarannya. Payung hukum besarnya juga sudah ada yaitu Perppu. Mereka mesti cepat untuk membuat aturan internal pencairan anggaran. Harus berani berubah di internalnya.

Sebagai informasi, pandemi COVID-19 ini membuat seluruh perekonomian dunia ambruk. Sejumlah kepala negara lain yang aktif berkomunikasi dengan Jokowi juga mengamini soal kemerosotan sektor ekonomi. Prediksi ekonomi dunia terus berubah dalam waktu cepat. Sayangnya, analisa itu mengarah ke sesuatu yang buruk.

"Terakhir, OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) bahkan (menyebutkan) minus 6 sampai minus 7,6 persen, coba, berubah terus. Lha kalau kita ini tidak ngeri dan menganggap ini biasa-biasa saja, waduh, bahaya banget. Belanja juga biasa-biasa saja, spending kita biasa-biasa saja, enggak ada percepatan," ketus Jokowi dalam Rapat Terbatas Mengenai Percepatan Penyerapan Anggaran di Enam Kementerian/Lembaga, Selasa, 7 Juli.

Satu-satunya harapan yang bisa menggerakan ekonomi cuma pemerintah melalui aksi belanja kementerian. Harapan Jokowi ada pada sejumlah kementerian yang memiliki anggaran jumbo. 

"Saya minta semuanya dipercepat terutama yang anggarannya gede-gede. Ini Kemendikbud ada Rp70,7 triliun, Kemensos Rp104,4 triliun, Kemenhan Rp117,9 triliun, Polri Rp92,6 triliun, Kementerian Perhubungan Rp32,7 triliun. Ini saya minta, di kementerian dan juga di kepolisian ini dipercepat semuanya, belanjanya," pinta Jokowi.

"Jadi yang saya hadirkan di sini, yang saya undang adalah yang (anggarannya, red) gede-gede tadi," sambung dia lagi.