Katanya Indonesia Negara Paling Dermawan, Tapi Ketua MUI Pertanyakan Realisasi Wakaf Uang di Bawah 10 Persen
Gambar oleh Nattanan Kanchanaprat dari Pixabay

Bagikan:

JAKARTA - Merujuk pada Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index 2021, Indonesia ada di peringkat pertama sebagai negara paling dermawan di dunia. Tapi mengapa realisasi wakaf uang masih di bawah 10 persen?

Dikumpulkan dari berbagai informasi, Di sepanjang 2020, Indonesia mencatatkan total skor sebesar 69 atau naik dari skor sebelumnya sebesar 59 pada 2018, saat terakhir kali Indeks tahunan diterbitkan. The World Giving Index (WGI) adalah laporan tahunan yang diterbitkan oleh Charities Aid Foundation, menggunakan data yang dikumpulkan oleh Gallup, dan memeringkat lebih dari 140 negara di dunia berdasarkan seberapa dermawan mereka dalam menyumbang.

Ketua MUI Bidang Pengembangan Ekonomi Umat, Lukmanul Hakim, bilang seharusnya potensi wakaf Indonesia sangat besar. Sayangnya, dari besarnya potensi wakaf di Indonesia, realisasi yang ada masih di bawah 10 persen.

"Potensi keuangan dari Islamic Social Fund di Indonesia sebetulnya sangat besar. Potensi wakaf uang sebesar Rp188 triliun. Ini lahan nya 480.000 hektar. Ini besar sekali dan bisa meningkatkan daya beli masyarakat," ucap Lukmanul Hakim pekan lalu secara virtual dalam Webinar Prospek Wakaf yang dan Wakaf Produktif Membangun Halal Suply Chain.

Dia melihat, kecilnya realisasi pencapaian wakaf uang itu kemungkinan besar karena kurangnya literasi di tengah masyarakat. Itu terbukti dari sudah banyaknya lembaga di masyarakat yang berkecimpung dalam wakaf uang namun realisasinya masih kecil. Pemerintah sudah memiliki Badan Wakaf Indonesia. Bahkan sudah juga meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang. Organisasi masyarakat dan sektor swasta sudah lama bergerak di bidang ini.

Ketua Lembaga Wakaf MUI itu menyampaikan, salah satu yang mungkin jarang dipahami masyarakat adalah skema wakaf uang. Selama ini, menurut dia, pandangan masyarakat tentang wakaf adalah tentang bangunan atau tanah. Meskipun ada manfaatnya untuk masyarakat, namun kurang menguntungkan dari sisi ekonomi. Wakaf tanah maupun bangunan meskipun sedikit menguntungkan, namun tidak fleksibel.

Sedangkan wakaf uang, dengan sifatnya yang fleksibel, bisa digunakan untuk membantu memberikan modal banyak kalangan. Ditekankan Kiai Lukman, yang dimanfaatkan bukan pokok wakaf uangnya, namun imbal hasil dari pengelolaan wakaf uang tersebut. Nilai pokok wakaf uangnya akan tetap.

"Nilai pokok wakaf uang ini memang harus dijamin kelestariannya. Kita di Lembaga Wakaf MUI kerap berdiskusi bagaimana wakaf diinvestasikan di sektor riil atau ekonomi kerakyatan. Mungkin mereka tidak bankable (belum memenuhi syarat pembiayaan bank) namun feasible (layak) dan profitable (menguntungkan). Ini bisa memakai mekanisme wakaf," paparnya seperti dilansir dari laman resmi MUI.

Dia menambahkan, skema wakaf uang tidak selamanya harus dimasukkan ke dalam skema bank. Kendala di dunia perbankan bisa teratasi dengan mengatasi hambatan itu.

"Jangan berpikir bahwa wakaf ini selalu dimasukkan ke dalam skema bank, tidak melulu seperti itu. Bagaimana ketika masuk ke skema bank, usahanya feasible, profitable, namun tidak bankable, maka di sini skema wakaf uang non bank digunakan. Saya kira, Lembaga Wakaf MUI sudah mulai bergerak sebagai bagian gerakan nasional," ungkapnya.

Terkait