JAKARTA - Pandemi COVID-19 membuat sektor transportasi tertekan. Meskipun PSBB transisi telah diberlakukan, namun tak serta merta membuat kondisi sektor ini langsung kembali normal. PT Kereta Api Indonesia (Persero) memprediksi akan mengalami kerugian hingga akhir tahun, jika pandemi tak kunjung terakhir.
Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Didiek Hartantyo mengatakan, dari komponen arus kas, setelah efisiensi, perseroan memotong biaya operasional sampai 40 persen, sehingga akhir tahun kas operasional negatif Rp3,48 triliun.
Didiek menjelaskan, tekanan kas perseroan ini karena terbatasnya operasional di era pandemi COVID-19. Selain itu, dalam operasional yang terbatas, manajemen harus menerapkan prinsip jaga jarak. Kebijakan ini berakibat pada turunnya okupansi (keterisian) kursi penumpang.
Lebih lanjut, Didiek menjelaskan, kondisi ini tercermin dalam pendapatan harian perseroan yang turun drastis hingga minus 87 persen dibandingkan rata-rata pendapatan harian pada kondisi normal, yakni dari Rp23 miliar per hari menjadi hanya Rp3 miliar per hari pada Mei.
"Untuk volume, penurunan terjadi sebesar 78 persen dari rata-rata 1,1 juta penumpang per hari pada keadaan normal menjadi hanya 239 ribu penumpang per hari pada akhir Mei 2020," ujarnya, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI, Rabu, 8 Juli.
BACA JUGA:
Didiek mengatakan, untuk bulan Juni, pihaknya memproyeksi kas operasional minus Rp574 miliar. Lalu, Juli minus Rp601 miliar, dan Agustus minus Rp487 miliar. Selanjutnya, untuk September masih akan negatif sebesar Rp490 miliar dan Oktober minus Rp234 miliar.
Namun, Didiek memprediksi, pada November pendapatan berbalik positif Rp52 miliar dan kembali negatif Rp18 miliar pada bulan Desember. Berdasarkan hitung-hitungan manajemen, KAI membutuhkan pendanaan sebesar Rp3,5 triliun untuk menjaga likuiditas perusahaan.
Cegah PHK
Didiek mengatakan, dari total dana Rp3,5 triliun tersebut, sebesar Rp1,25 triliun akan dialokasikan untuk biaya pegawai. Ia mengatakan, pendapatan yang terus menurun membuat dana talangan ini menjadi sangat penting.
Lebih lanjut, Didiek berujar, dana talangan ini dapat membantu perusahaan mempertahankan seluruh karyawan KAI dan grup. Sebab, di tengah pandemi COVID-19 ini KAI tak ingin melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Saat ini jumlah karyawan yang bekerja di PT KAI beserta grup sekitar 46 ribu orang. Adapun rinciannya, di induk perusahaan mencapai 30 ribu, sementara total karyawan di enam anak perusahaan berjumlah 16 ribu.
"Kami tidak akan mengambil kebijakan PHK dan tidak ada pemotongan gaji. Sehingga kami memerlukan likuiditas sekitar Rp1,25 triliun untuk membiayai pegawai ini," tuturnya.