Bagikan:

JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menyebut kelebihan kapasitas pada Lembaga Permasyarakatan (Lapas) merupakan masalah klasik. 

"Over kapasitas adalah permasalahan klasik," ucap Yasonna kepada wartawan, Rabu, 8 September.

Dia punya dua cara untuk menangani masalah over kapasitas ini. Cara pertama untuk mengatasi masalah itu yakni dengan mendorong revisi Undang-Undang Narkotika. Sebab, 50 persen penghuni Lapas merupakan narapidana kasus narkotika.

"Permasalahan kita adalah pelanggaran tindak pidana narkotika yang mewakili lebih 50 persen kapasitas Lapas di seluruh Indonesia. Penanganannya maka ya penanganan narkotika. Saya sudah lama mengajukan revisi Undang-Undang narkotika," sambung dia.

Dalam upaya revisi Undang-Undang Narkotika, nantinya hanya para bandar yang ditindak dan harus menjalani masa pidana penjara. Sedangkan, pengguna diwajibkan menjalani rehabilitasi.

"Contoh pemakai narkoba, kita kan berharap mereka supaya direhab. Kalau semua dimasukin di Lapas enggak muat. 4 juta bisa (jumlah narapidana narkotika), sekarang aja 270 ribu, kita sudah mabuk kepayang," katanya.

Membuat lapas baru pun, kata dia, bukan solusi untuk masalah ini. Sebab, pertumbuhan tindak pidana yang terlalu cepat, kemudian biaya pembangunan lapas yang juga tidak murah.

Kemudian, cara kedua dengan melakukan redistribusi narapidana. Artinya menempatkan narapidana dari Lapas yang padat ke Lapas yang lebih sepi.

Meski pada akhirnya, cara itupun tetap berujung penumpukan jumlah narapidana.

"Itu pun akhirnya padat. Ini kami sudah dimarah-marah Kapolres, Kapolda selama COVID kami menahan supaya yang ditahan, jangan dimasukkin ke kami, karena COVID, saya keluarkan kebijakan dulu asimilasi dan integrasi yang di rumah. Yang mengurangi cukup, tapi masih belum mengurangi kapasitas, dulu saya dikritik walau dapat penghargaan dari PBB tentang kebijakan itu," tandas Yasonna.