Bagikan:

JAKARTA - Pasukan elite tentara nasional Guinea mengumumkan telah merebut kekuasaan, menggulingkan Presiden Alpha Conde dalam upaya kudeta, setelah tembakan di sekitar istana kepresidenan di Conakry, Minggu waktu setempat.

Kolonel Mamadi Doumbouya, kepala unit dan pemimpin upaya kudeta mengatakan, langkah yang ditempuhnya disebabkan oleh korupsi yang menyebabkan kemiskinan di negara tersebut.

"Kemiskinan dan korupsi endemik telah mendorong pasukan untuk mencopot Presiden Alpha Conde dari jabatannya. Kami telah membubarkan pemerintah dan institusi. Kita akan menulis ulang konstitusi bersama," sebutnya mengutip Reuters Senin 6 September.

Sumber-sumber militer mengatakan Presiden Alpha Conde dibawa ke sebuah lokasi yang dirahasiakan dan pasukan yang dikomandani oleh Doumbouya telah melakukan beberapa penangkapan lainnya. Mereka termasuk pejabat senior pemerintah, kata sumber tersebut.

Meski demikian, pemimpin oposisi utama Guinea, Cellou Dalein Diallo, membantah rumor bahwa dia termasuk di antara mereka yang ditahan.

Presiden Conde memenangkan masa jabatan ketiga pada Oktober lalu, setelah mengubah konstitusi untuk memungkinkan dia berkuasa lagi, memicu protes keras dari oposisi.

Dalam beberapa minggu terakhir, pemerintah telah meningkatkan pajak secara tajam untuk mengisi kembali kas negara, menaikkan harga bahan bakar sebesar 20 persen, menyebabkan frustrasi yang meluas.

Untuk diketahui, Guinea mengalami pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan selama dekade Conde berkuasa berkat kekayaan bauksit, bijih besi, emas dan berliannya.

Namun, hanya sedikit warganya yang merasakan manfaat pertumbuhan ekonomi. Sementara, kritikus menyebut pemerintahan Presiden Conde menggunakan undang-undang pidana yang membatasi untuk mencegah perbedaan pendapat, sementara perpecahan etnis dan korupsi endemik telah mempertajam persaingan politik.

"Sementara presiden menyatakan di mana-mana bahwa dia ingin memerintah secara berbeda dengan memberantas korupsi, penggelapan dana publik meningkat. Orang kaya baru mengejek kami. Ini semua yang membuat lebih mudah bagi militer." Alassane Diallo, seorang penduduk Conakry, mengatakan kepada Reuters.

Diberitakan sebelumnya, pasukan elite Guinea mengumumkan kepemimpinan negara itu telah digulingkan, dalam pergolakan politik terbaru yang melanda negara Afrika barat yang kaya mineral dan miskin, di tengah klaim yang saling bertentangan tentang siapa yang berkuasa.

Kolonel Mamadi Doumbouya dalam pidato singkat di penyiar nasional, Radio Television Guinea mengatakan, parlemen negara dan konstitusi telah ditangguhkan, perbatasan ditutup.

"Kami mengambil nasib kami di tangan kami sendiri," katanya mengkritik keadaan negara di bawah presiden berusia 83 tahun itu, melansir The Guardian.

"Personalisasi kehidupan politik sudah berakhir. Kami tidak akan lagi mempercayakan politik kepada satu orang, kami akan mempercayakannya kepada rakyat," tegasnya.