Bagikan:

JAKARTA - Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Bupati Kutai Timur, Kalimantan Timur Ismunandar disebut oleh Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango sebagai operasi yang penyadapannya dilakukan dengan mekanisme UU KPK Nomor 19 Tahun 2019. Penyadapan kasus ini dimulai sejak Februari.

"Kasus ini malah dalam catatan kami adalah penyadapan pertama yang kami lakukan pasca revisi UU 19 Tahun 2019. Itu catatan kami. Jadi sekitar bulan Februari, kami melakukan penyadapan pertama," kata Nawawi dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 3 Juli. 

KPK menindaklanjuti dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dengan melakukan penyadapan setelah mendapatkan pengaduan dan informasi dari masyarakat.

Dalam aturan UU KPK Nomor 19 Tahun 2019, untuk melakukan penyadapan, Pimpinan KPK harus meminta izin kepada Dewan Pengawas KPK.

Selain itu, untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan, Pimpinan KPK juga harus meminta izin terhadap dewan yang lahir karena adanya revisi UU KPK.

Sempat diingatkan jangan main proyek

Sebelum operasi tangkap tangan yang menjerat Bupati Kutai Timur Ismunandar dan Ketua DPRD Kutai Timur yang juga istrinya, Encek RU Firgasih, ternyata Nawawi sempat melakukan kunjungan ke Kalimantan Timur. Kunjungan ini dilakukan dalam rangka kegiatan koordinasi dan supervisi yang sering dilakukan oleh lembaga antirasuah tersebut.

Dalam kunjungan tersebut, Nawawi mengaku dirinya sudah mengingatkan kepala daerah di Provinsi Kalimantan Timur untuk tidak bermain dalam proyek pengadaan barang dan jasa.

"Kami sampaikan ada waktu itu bahwa dalam kaitannya dengan pengadaan barang dan jasa ini betul-betul tidak ada lagi permainan. Karena kami KPK benar-benar memantau kegiatan yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa," tegas dia.

"Ancaman ini malah kami sampaikan kepada pejabat pemerintah maupun para kontraktor di Kaltim, tapi nyatanya, seperti yang kita lihat sekarang," imbuhnya.

Tersangka yang ditangkap

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kutai Timur Ismunandar dan istrinya --yang menjabat Ketua DPRD Kabupaten Kutai Timur-- Encek UR Firgasih, serta 5 orang lainnya sebagai tersangka dalam dugaan penerimaan suap terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemkab Kutai Timur. 

Dari 7 orang yang ditangkap, 5 orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka penerima suap adalah Bupati Kutai Timur Ismunandar dan Ketua DPRD Kabupaten Kutai Timur Encek UR Firgasih (suami-istri), Kepala Bapenda Musyafa, Kepala BPKAD Suriansyah, dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Aswandini.

Sementara 2 lainnya ditetapkan sebagai pihak pemberi suap, yaitu adalah kontraktor yang juga menjadi rekanan sejumlah proyek di wilayah Kutai Timur bernama Aditya Maharani dan Deky Aryanto.

Atas perbuatannya, sebagai pihak penerima Bupati Kutai Timur Ismunandar dan Ketua DPRD Kutai Timur Encek UR Firgasih; Kepala Bapenda Musyafa; Kepala BPKAD Suriansyah; dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Aswandini disangkakan melanggar Pasal 12 ayat 1 (1) huruf A atau B Pasal 11 UU Nomor 31 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke (1) KUP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sementara sebagai pihak pemberi, Aditya Maharani dan Deky Aryanto diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf A atau B Pasal 13 UU Nomor 31 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.