Zona Hijau COVID-19 di Indonesia ada 19 Persen, Kuning  35 Persen
Ilustrasi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 membuat kategori warna zona sesuai dengan risiko penularan di tiap kabupaten/kota. Kategori tersebut mulai dari zona hijau, kuning, oranye, hingga merah. 

Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menyebut zona dengan kategori hijau di Indonesia sebanyak 99 daerah dari 512 kabupaten/kota atau setara 19 persen.

"Per tanggal 28 Juni sampai saat ini, ada 99 daerah dengan zona hijau Di mana 66 nya adalah kabupaten kota yang tidak terdampak dan 33 tidak ada kasus baru," kata Wiku di Graha BNPB, Jakarta Timur, Jumat, 3 Juli.

Lebih jelasnya, zona hijau terbagi dua jenis. Pertama, zona dengan daerah yang sama sekali belum memiliki kasus COVID-19. Kedua, zona dengan daerah yang tidak memiliki kasus baru selama 4 minggu terakhir dan akhirnya semua kasus menjadi sembuh.

"Menurut kami ini adalah prestasi, karena sebelumnya mereka berada dari zona yang lain. Bisa zona kuning, orannye, dan mungkin juga zona merah, dan berpindah ke zona hijau," ucap Wiku.

Sementara, zona kuning menempati porsi terbesar. Dari total 512 kabupaten/kota, ada sebanyak 175 daerah yang berada pada zona berisiko kenaikan kasus rendah atau senilai 35,99 persen. Kemudian, zona oranye atau daerah dengan risiko sedang di Indonesia ada 177 kabupaten/kota dengan porsi 34,44 persen. 

"Berarti kita yang lebih banyak adalah di oranye sama di kuning. Sebenarnya, kita mau mengejar agar semua (daerah, red) di zona hijau," tutur dia.

Lalu, ada sebanyak 10,31 persen dengan kategori zona merah. Dari 512 kabupaten/kota, ada 53 daerah yang memiliki risiko kenaikan kasus COVID-19 tinggi.

Meski begitu, Wiku menyebut sampai saat ini jumlah daerah dnegan kategori zona merah semakin menurun. Sebab, zona merah pernah mencapai 108 daerah, dan ada sejumlah pergeseran zona dari merah menjadi oranye atau kuning pada beberapa daerah. Itu artinya, risiko peningkatan kasusnya dari waktu ke waktu menurun.

"Pergeseran ini terjadi dinamis, tergantung dari kedisiplinan masyarakat dan pimpinan daerahnya secara kolektif bekerja mempertahankan dan memperbaiki keadaannya. Jangan sampai terdampak, jangan sampai ketularan dari tempat lain," tutup Wiku.