Menakar Peluang PAN Usai Gabung Koalisi, Elektoral Meningkat atau Kalah di 2024?
Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi bersama Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (Foto: Twitter @vivayogamauladi)

Bagikan:

JAKARTA - Partai Amanat Nasional (PAN) menyatakan resmi bergabung ke dalam koalisi pemerintahan Joko Widodo - Ma'ruf Amin dalam Rakernas II yang digelar di Rumah PAN, Warung Buncit, Jakarta Selatan, Selasa, 31 Agustus.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi, menegaskan bergabungnya PAN di partai koalisi pemerintah tidak ada kaitannya dengan kepentingan elektoral partai. Kader PAN juga sepakat menjadi Ketua Umum Zulkifli Hasan sebagai calon presiden 2024.

 

"Elektoral partai manapun itu ditentukan oleh kinerjanya dan perjuangannya di lapangan agar rakyat bisa merasakan manfaat dan keberadaan partai," ujar Viva kepada VOI, Kamis, 2 September.

Viva menyatakan, bergabungnya PAN ke koalisi partai pemerintahan Jokowi sebagai bentuk pengabdian kepada negeri.

 

"Untuk membawa kebaikan, memberi manfaat bagi rakyat, bangsa dan negara, agar cita-cita nasional dapat terwujud," katanya.

 

Lagipula, Viva Yoga, mengatakan bergabungnya PAN ke koalisi bukan secara ujug-ujug. Pasalnya, sejak masa reformasi partai yang diketuai Zulkifli Hasan itu selalu mendukung pemerintahan.

 

"PAN gabung pemerintah bukan hal yang aneh, karena sejak 1999 dari masa pemerintahan BJ Habibie kemudian Abdurrahman Wahid, Megawati sampai SBY dan Jokowi sebagai presiden periode pertama PAN selalu jadi parpol koalisi pemerintah," ujar Viva dalam diskusi virtual, Kamis, 2 September.
 

Adapun alasan PAN keluar dari masa pemerintahan Presiden Jokowi pada periode pertama, lantaran mendukung pasangan calon Prabowo-Sandi. Di mana keduanya kini juga merupakan menteri Jokowi.

"Kalau kemudian pertanyaannya kenapa pada waktu pemerintahan Jokowi keluar dari partai koalisi, jawabannya adalah menjelang pemilu 2019 PAN memilih pasangan calon yang berbeda dengan partai koalisi. Jadi pada saat Pilpres itu pasangan capres dan cawapres berbeda maka PAN ijin pamit undur diri dari kabinet," jelas Viva.

 

Viva pun membantah bahwa PAN mengkhianati Jokowi di periode pertama kala itu. Pun meninggalkan partai oposisi yang sedari Pemilu 2019 berjalan bersama untuk memilih bergabung kembali di pemerintahan.

"Bukan soal pengkhianat, politik dua kali atau tiga kaki, bukan tapi semata-mata karena menjaga martabat politik agar demokrasi memiliki kualitas. Dan sekarang Partai Amanat Nasional bergabung dengan partai koalisi pemerintah," kata Viva.

 

 

PAN Diprediksi 'Terkubur' di 2024

 

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Andriadi Achmad, mewanti-wanti PAN tak salah langkah jika alasan bergabung dalam koalisi untuk mendongkrak suara di Pemilu 2024.

 

"Berbicara Power (kekuasaan, red) sangat menarik. Kekuasaan bagaikan gula di kerumuni semut. Secara umum kedekatan parpol dengan kekuasaan bisa membawa dampak positif maupun dampak negatif," ujar Andriadi kepada VOI, Kamis, 2 September. 

 

Menurutnya, apabila kekuasaan dianggap positif dan berhasil oleh masyarakat selama memimpin dan berkuasa, maka akan berdampak positif pula bagi parpol. Yaitu berupa kenaikan suara dalam pemilu.

 

Namun sebaliknya, kata Andriadi, jika kekuasaan dianggap negatif dan tidak berhasil selama berkuasa, maka akan berdampak penurunan suara elektoral bagi parpol pendukung tersebut.

Oleh karena itu, Andriadi mengingatkan, PAN musti membuat hitungan politik yang tepat jika bergabung dengan koalisi pemerintah, bergeser dari parpol oposisi menjadi parpol pendukung pemerintah (koalisi). 

 

"Jika salah dalam mengambil keputusan politik, bukan mendongkrak suara dalam pemilu. Bahkan bergabungnya PAN dengan koalisi pemerintah, malah akan membawa dampak penurunan suara di pemilu 2024," kata Andriadi.

 

Direktur Eksekutif Nusantara Institute PolCom SRC itu menuturkan, yang perlu menjadi pertanyaan, yakni apakah pemerintah dibawah kepemimpinan Jokowi dianggap berhasil atau gagal oleh masyarakat Indonesia.

Pasalnya, bergabungnya PAN dengan koalisi pemerintah, dengan harapan disuguhkan kue politik "menteri" dalam pemerintah sama dengan saat periode pertama Jokowi 2014 - 2019. 

 

"Di mana ketika PAN bergabung belakangan dalam koalisi pemerintah yaitu mendapat posisi Menteri PAN RB Asman Abnur. Sama dengan realita saat ini, tatkala PAN akan bergabung dengan koalisi pemerintah ditengah perjalanan," ungkapnya.

Sementara, lanjutnya, harapan Zulkifli Hasan kedepan dengan bergabung koalisi pemerintah akan berdampak baik dan peningkatan elektoral suara pemilu tahun 2024.

 

"Justru menurut hemat saya bergabungnya PAN dengan koalisi pemerintah kedepan akan berdampak buruk bagi PAN. Bisa saja pemilu 2024, kuburan bagi PAN," tegas Andriadi.

 

Sebab, Andriadi menjelaskan, setelah ditinggalkan kelompok utama Amien Rais dan berdirinya Parpol Ummat, sebetulnya PAN diambang ancaman tidak lolos Parliamantary Threshold (PT) dengan kondisi keretakan saat ini. 

 

"Apalagi dalam beberapa survey belakangan menunjukkan realitas PAN tidak lolos PT 4 persen di pemilu 2024," tandasnya.