Bagikan:

JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan sudah paten berada di luar Pemerintahan Joko Widodo - Ma'ruf Amin setelah adanya pertemuan partai koalisi di Istana Merdeka, termasuk Partai Amanat Nasional (PAN) beberapa hari lalu.

Partai yang dipimpin Ahmad Syaikhu itu mantap sebagai oposisi meski harus berdiri sendiri. Selain PKS kini tinggal Demokrat yang masih belum berkoalisi dengan pemerintah Jokowi.

 

Ketua Fraksi PKS DPR RI, Jazuli Juwaini, mengatakan sebagai partai oposisi, PKS memberikan empat catatan sebagai evaluasi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.
 

Pertama, evaluasi di bidang politik dan penegakan hukum. Menurutnya, dalam hal berkeadilan periode ini belum menunjukkan hal positif.

 

Mengutip Lembaga internasional The Economist Intellegence Unit (2020), terjadi penurunan indeks demokrasi Indonesia terendah selama 14 tahun terakhir. Merosot ke posisi 64 dari 167 negara.

"Belum lagi kelompok-kelompok kritis dikriminalisasi. Ada persepsi ketidakadilan dalam perlakuan antara kelompok kritis dengan mereka yang kerap membela pemerintah," ujar Jazuli kepada wartawan, Kamis, 2 September. 

Kedua, di bidang ekonomi. PKS menilai pemerintahan saat ini belum mampu mengatasi permasalahan struktural ekonomi sehingga lebih berpihak pada rakyat atau ekonomi kerakyatan sebagaimana amanat Pasal 33 dan 34 UUD 1945. Akibatnya, kata Jazuli, Indonesia tidak beranjak status dari negara berkembang.

"Indonesia terjebak dalam perangkap negara berpendapatan menengah, bahkan penilaian Bank Dunia kita turun peringkat menjadi negara berpenghasilan menengah-bawah," ungkap anggota Komisi I DPR itu.

Belum lagi soal angka kemiskinan dan pengangguran yang dinilai masih sangat tinggi. Data BPS Maret 2021 mencatat, kemiskinan berada di angka 10,14 persen atau setara 27,54 juta. 

 

"Kesenjangan atau disparitas ekonomi rakyat dan wilayah juga masih sangat lebar," sebutnya.

Jazuli melanjutkan, utang luar negeri juga terus bertambah dan menjadi beban generasi yang akan datang. Di sisi lain, arah untuk mewujudkan kedaulatan bagi petani, nelayan, pekerja, SDM lokal, serta produk-produk dalam negeri tidak terlihat konsisten, kebijakan hulu dan hilirnya acapkali tidak nyambung.

"Kita negara kaya sumber daya alam, hasil bumi dan hasil laut tapi tiap tahun pemerintah masih impor beras hingga garam," tegas Jazuli.

Ketiga, di bidang pengembangan SDM dan daya saing bangsa. Saat ini, menurut Jazuli, peringkat Indonesia masih di bawah dan kalah dibandingkan sejumlah negara kecil di kawasan. 

 

"Data UNDP 2020, Indeks Pembangunan Manusia berada di peringkat 107 dari 189 negara," kata legislator dapil Banten itu.

Keempat, di bidang ideologisasi dan pengamalan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Ia berharap, komitmen kebangsaan makin kokoh dan tidak hanya lip service atau sloganistik.

"Sayangnya dalam periode pemerintahan Pak Jokowi, kita justru dihadapkan pada narasi-narasi yang tidak produktif, alienatif, segregatif, bahkan terkesan menghadap-hadapkan sesama anak bangsa dan kebhinekaan," tandas Jazuli.