Bagikan:

KUPANG - Polda Nusa Tenggara Timur menyatakan hasil komunikasi dan koordinasi dengan Satgas COVID-19 ditemukan ada dua acara dalam dugaan pelanggaran protokol kesehatan di Semau yang melibatkan Gubernur NTT Viktor B Laiskodat.

"Jadi tim yang dibentuk sudah bekerja dan hasil sementara tim mendapatkan hasil bahwa ada beberapa tahapan baik acara resmi dan acara tambahan dalam kegiatan tersebut," kata Kabid Humas Polda NTT Kombes Rishian Krisna B dikutip Antara, Rabu, 1 September.

Dia menyebut dari dari dua acara itu masih dicermati soal kelalaian dalam pelaksanaan protokol kesehatan.

Hal ini disampaikan Kombes Krisna berkaitan dengan hasil kerja tim yang dibentuk oleh Kapolda NTT Irjen Lotharia Latif untuk melakukan komunikasi dan koordinasi untuk mengusut kasus tersebut.

Kombes Krisna mengatakan, sejak awal Polda NTT telah bekerja maksimal dan membentuk tim untuk mengusut dugaan pelanggaran protokol kesehatan tersebut.

"Polri sangat menghargai demokrasi dan aturan hukum , semua pengaduan atau laporan masyarakat harus dilaksanakan pengkajian sehingga sesuai ketentuan yang berlaku sehingga memberikan 'equality before the law' kepada semua warga.

Kombes Krisna juga menambahkan dalam peristiwa kelalaian dalam pengawasan prokes seperti yang terjadi maka yang dikedepankan adalah Satgas COVID-19.

"Kita (polda NTT, red) akan terus bekerja dan berkoordinasi dengan Satgas COVID-19 provinsi dan kabupaten Kupang untuk menyelesaikan persoalan ini," ujar dia.

Diberitakan sebelumnya, video viral di media sosial menunjukkan kerumunan dan dugaan pelanggaran protokol kesehatan saat pengukuhan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) NTT pada Jumat, 27 Agustus di Pantai Wisata Otan, Desa Otan, Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang.

Acara itu dihadiri Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi serta hampir seluruh Bupati dan Wali Kota se-NTT.

Acara tersebut juga dihadiri oleh sejumlah artis lokal dan beberapa kepala daerah justru ikut bernyanyi tanpa memperhatikan protokol kesehatan.

Kejadian tersebut kemudian menimbulkan banyak komentar dan juga beberapa akademisi meminta agar polisi turun tangan untuk menyelidiki dugaan pelanggaran protokol kesehatan di daerah itu.