Pernah Ditolak dan Diancam Taliban, Turki Ajukan Syarat untuk Mengoperasionalkan Bandara Kabul
Tentara koalisi internasional berjaga di kawasan bandara Kabul, Afghanistan. (Wikimedia Commons/Lance Cpl. Nicholas Guevara)

Bagikan:

JAKARTA - Taliban mengajukan permohonan kepada Turki untuk mengelola bandara Kabul, namun meminta seluruh personil tentara Ankara angkat kaki pada 31 Agustus mendatang, membuat Presiden Recep Tayyip Erdogan menyebut belum ada jawaban terkait hal ini.

Permintaan ini datang setelah sebelumnya Taliban mengecam dan mengancam keinginan Turki, untuk membantu menjaga dan mengoperasionalkan bandara Kabul setelah NATO hengkang. Kini, Turki disebut mengajukan syarat untuk memenuhi permintaan Taliban, mengingat situasi yang terjadi setelah serangan bom bunuh diri dekat bandara Kamis kemarin.

Mengutip Reuters Jumat 27 Agustus, dua pejabat Turki menyebut negaranya tidak akan membantu menjalankan bandara Kabul setelah penarikan NATO, kecuali jika Taliban menyetujui kehadiran keamanan Turki. Sebelumnya, Turki, yang merupakan bagian dari misi NATO, bertanggung jawab atas keamanan di bandara selama enam tahun terakhir.

Menjaga bandara tetap terbuka setelah pasukan asing menyerahkan kendali sangat penting tidak hanya bagi Afghanistan untuk tetap terhubung dengan dunia tetapi juga untuk menjaga pasokan dan operasi bantuan.

Kamis kemarin, hanya beberapa hari sebelum batas waktu penarikan militer dan ketika negara-negara masih berlomba untuk mengevakuasi warga sipil pada 31 Agustus mendatang, serangan bom bunuh diri menewaskan 92 orang, termasuk 13 tentara Amerika Serikat dan 28 pasukan Taliban, di luar gerbang bandara.

presiden erdogan
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. (Wikimedia Commons/Kremlin.ru/The Presidential Press and Information Office)

Seorang pejabat senior Turki mengatakan serangan itu menimbulkan keraguan tentang kemampuan Taliban, untuk mengamankan bandara atau untuk menjaga keamanan staf operasional Turki.

"Operasi itu dapat dilakukan oleh Turki secara teknis, tetapi tuntutan kami adalah keamanan harus dijamin oleh Turki juga, melalui tim keamanan yang luas yang terdiri dari mantan tentara, mantan polisi, atau perusahaan swasta sepenuhnya," kata pejabat itu, yang berbicara dengan syarat anonim.

"Kami tidak tertarik pada Turki yang mengoperasikan bandara dalam suasana di mana keamanan disediakan oleh Taliban dan serangan kemarin menunjukkan ini benar," sambung pejabat tersebut.

Presiden Recep Tayyip Erdogan sendiri mengatakan pada Hari Jumat, Turki belum membuat keputusan akhir karena risiko tinggi yang terlibat. Dia mengatakan kepada wartawan, Turki "tidak terburu-buru untuk memulai penerbangan (komersial) atau hal-hal semacam itu" dan Ankara akan memutuskan "ketika akhirnya ada ketenangan di sana (di Kabul)". Presiden Erdogan menyebut, ada risiko 'terhisap' ke sesuatu yang akan sulit dijelaskan mengingat ketidakpastian seputar kemungkinan misi.

Pejabat senior itu mengatakan, pembicaraan dengan Taliban menyangkut dampak neagtif serangan bandara, dengan penerbangan internasional di masa depan dari Kabul berisiko ditutup. Dia tidak mengatakan kapan kontak berikutnya akan dilakukan.

Sementara itu, pejabat Turki lainnya mengatakan langkah-langkah keamanan yang diumumkan oleh Taliban, termasuk menjaga menara pengawas di sekitar bandara, tidak cukup untuk memastikan keamanan misi Turki yang potensial.

"Ini pekerjaan yang sangat serius dan kita perlu memikirkan keamanan dan operasi bersama. Pendekatan kami adalah, jika keamanan tidak disediakan oleh Angkatan Bersenjata Turki, itu harus dilakukan oleh Turki," tegasnya.

Untuk diketahui, setidaknya 350 tentara Turki dan sekitar 1.400 orang lainnya telah dievakuasi oleh Turki dari Afghanistan sejak Taliban merebut Kabul pada 15 Agustus.

Permintaan Taliban ke Turki ini, bertolak belakang dengan kondisi sebelumnya, di mana Taliban memperingatkan Turki terhadap kemungkinan rencana untuk menjaga beberapa pasukan di Afghanistan, guna menjalankan dan menjaga bandara utama Kabul, setelah penarikan pasukan koalisi asing pimpinan Amerika Serikat.

Dengan tegas Taliban menyebut rencana Turki tersebut sebagai tindakan tercela, sekaligus memperingatkan konsekuensi yang akan timbul akibat hal tersebut. Tawaran Turki ini datang setelah Turki melakukan pembicaraan dengan Amerika Serikat.

"Emirat Afghanistan mengutuk keputusan tercela ini. Jika pejabat Turki gagal mempertimbangkan kembali keputusan mereka dan melanjutkan pendudukan negara kami, kami akan mengambil sikap menentang mereka," sebut Taliban dalam pernyataannya.

Dalam hal itu, sambung pernyataan tersebut, tanggung jawab atas konsekuensi akan berada di pundak mereka yang ikut campur. Ancaman ini bagian dari geliat Taliban, seiring dengan mulai angkat kakinya pasukan koalisi internasional, dengan melakukan pengepungan dan perebutan kota-kota di Afghanistan.