Bagikan:

BANYUWANGI - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar meminta warga Indonesia tak perlu bersimpati dengan kelompok milisi Taliban yang merebut Afghanistan.

"Oleh karena itu kita harus waspada jangan sampai momentum pengambilalihan Taliban menjadi sumber inspirasi," katanya di sela kunjungan kerja di Banyuwangi, Kamis, 26 Agustus.

Menurutnya Taliban merupakan gerakan politik berbasis tindak kekerasan. Selain itu ada rekam jejak terorisme di masa lalu dengan melindungi pemimpin Al-Qaeda.

"Berbeda memang dalam konteks tujuannya (dengan Al Qaida), tetapi merujuk ideologi  kekerasan yang sama," kata Boy Rafli.

Menurutnya ideologi kekerasan bukan jati diri Indonesia.

Indonesia, kata dia, sudah final dengan demokrasi, berasas HAM, dan berdasar konstitusi.

"Karena kita beda tipe, kita sudah menemukan jati diri dan Taliban masih terlibat konflik dengan saudaranya sendiri," sambung dia.

Terkait propaganda dan perekrutan terorisme di masa pandemi, Boy Rafli mengatakan polanya menggunakan media sosial.

Karenanya, Kepala BNPT mengingatkan agar semua pihak waspada terkait pola penggunaan media sosial untuk propaganda ini.

"Untuk itu anak muda yang aktif di media sosial ini berpotensi menjadi target perekrutan," ujar dia.

Perekrutan ini menurutnya dilakukan dengan dua cara. Pertama melalui perekrut aktif di media sosial. Kedua yakni warga meradikalkan dirinya sendiri dengan belajar membuat teror.

"Ini secara terbuka dan informasinya terbuka di media sosial.  Kita harus penguatan nasionalisme kita dan pentingnya  literasi digital tentang bahayanya jika media sosial dikuasai penjahat," kata Boy Rafli.