Kepala BNPT Sebut Resolusi Jihad KH Hasyim Asyari Pematik Peristiwa 10 November
Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asyari. (Ist)

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Boy Rafli Amar mengatakan Hari Santri yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober menjadi momentum untuk menghargai perjuangan ulama dan para santri.

Hal itu diampaikannya saat acara 'Deklarasi Toleransi, Meneguhkan Toleransi Islam Wasathiyah dalam Rangka Hari Santri Nasional dan peringatan 77 tahun Resolusi Jihad' di Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Jombang pada Sabtu 22 Oktober.

"Santri, ulama, dan pesantren selama ini telah memberikan sumbangsih yang cukup besar tidak hanya mengisi kemerdekaan, tetapi juga dalam perebutan kemerdekaan bangsa ini," kata Boy dalam keterangan tertulisnya, dikutip dari Antara, Minggu 23 Oktober.

Ia mengatakan, peringatan Hari Santri yang dicetuskan oleh Presiden Joko Widodo berdasarkan Kepres Nomor 22 Tahun 2015 sebagai bentuk peran santri di Indonesia diakui oleh negara karena santri terus berkiprah sejak sebelum kemerdekaan.

Boy juga mengatakan hari santri merujuk pada tercetusnya "Resolusi Jihad" yang berisi fatwa kewajiban berjihad demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

"Resolusi Jihad inilah yang kemudian melahirkan peristiwa heroik tanggal 10 November 1945, yang kita memperingati sebagai hari pahlawan,” ujarnya.

Dia melanjutkan, Resolusi Jihad yang digelorakan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asyari itu telah membakar semangat pemuda-pemuda melawan penjajah, dan juga wilayah-wilayah lainnya di Indonesia.

Sampai masa ketika Indonesia sudah memproklamirkan diri sebagai negara merdeka. Hingga saat ini, santri telah merambah ke berbagai bidang profesi, memiliki keahlian yang beragam, bahkan menjadi pemimpin negara.

"Meskipun begitu, santri tidak melupakan tugas utamanya, yaitu menjaga agama itu sendiri. agama adalah mata air yang selalu mengalirkan inspirasi-inspirasi untuk menjaga dan menjunjung tinggi martabat kemanusiaan," ujarnya.

Boy mengatakan, dalam memperingatkan Hari Santri Nasional ini salah satunya adalah momentum untuk menghargai perjuangan bangsa, para ulama dan santri.

Ia menyebutkan, Ponpes Tebuireng yang merupakan berdirinya pondok pesantren telah menjadi pembelajaran bagi bangsa terkait Resolusi Jihad di awal kemerdekaan Indonesia.

"Tentunya ini menjadi sebuah momentum bagi kita semua untuk kembali mengingat bagaimana perjuangan para leluhur bangsa kita, para ulama dan santri dan segenap pahlawan bangsa untuk melawan segala bentuk penjajahan dan agresi dari pihak di masa lalu," ujarnya.

Mantan Kapolda Papua itu menambahkan, perjuangan para ulama dan santri ini perlu terus diangkat sebagai narasi terutama sebagai upaya pembelajaran program-program moderasi dan toleransi agama di Ponpes Tebuireng.

Moderasi agama, toleransi dan karakter bela bangsa ini, lanjut dia, perlu diangkat untuk menangkal narasi-narasi negatif, bermuatan provokatif terutama hal-hal buruk di sosial media, sehingga program-program BNPT di antaranya membangun berbagai pengetahuan bagi para santri untuk mengkonter hal-hal yang buruk di sosial media.

Lebih lanjut dirinya juga mengatakan bahwa di media sendiri juga banyak hal negatif yang sifatnya tidak mendidik masyarakat bangsa ini. Dan oleh karena itu santri sendiri tentunya juga harus menjadi garda terdepan untuk menggelorakan semangat nilai-nilai toleransi.

"Untuk itu program-program lain yang selama ini berjalan adalah bagaimana kita membangun kapasitas, berbagi informasi, berbagi pengetahuan dengan para santri untuk menjadi unsur-unsur terdepan dalam meng-counter hal-hal yang buruk di sosial media," tandasnya.