JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kinerja bidang penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi di semester I 2021 anjlok. Hanya saja, ini terjadi bukan karena pandemi COVID-19 melainkan karena Pimpinan KPK sibuk dengan agendanya sendiri yaitu menyingkirkan pegawai lewat Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
"Anjloknya kinerja penindakan KPK pada semester I tahun 2021 bukan faktor pandemi COVID-19, melainkan karena Pimpinan KPK sibuk dengan agenda menyingkirkan 75 pegawai melalui Tes Wawasan Kebangsaan," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan yang dikutip Kamis, 26 Agustus.
Meski begitu, ICW mengaku tidak terkejut dengan performa buruk yang ditunjukkan komisi antirasuah. Kurnia bahkan menyebut, satu-satunya keberhasilan pimpinan, khususnya Ketua KPK Firli Bahuri adalah mengobrak-abrik lembaga tersebut dalam waktu singkat.
"Firli Bahuri, telah berhasil memberangus kelembagaan dan mengobrak-abrik penindakan KPK dalam waktu yang sangat singkat. Mungkin itu satu-satunya keberhasilan yang bisa diperlihatkan KPK saat ini," ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan tren penurunan kinerja tersebut sebenarnya sudah tampak dari riset yang dilakukan ICW dan Transparency International Indonesia (TII) yang dipublikasikan pada Desember 2020 lalu.
BACA JUGA:
Data menunjukkan penindakan mengalami penurunan drastis misalnya, jumlah penyidikan pada 2019 mencapai 145 namun pada 2020 hanya 91 kasus. Selain itu, penuntutan pada 2019 sebanyak 153, sedangkan tahun 2020 hanya 75 kasus yang masuk pengadilan.
"Tak cukup itu, jumlah tangkap tangan tahun 2021 juga diyakini akan semakin jauh dari harapan masyarakat," tegas Kurnia.
Bukan hanya itu, kualitas penanganan kasus korupsi juga dianggap menurun. Hal tersebut dibuktikan KPK saat menangani dua kasus yang jadi sorotan yaitu suap ekspor benih lobster di Kementerian Kelautan dan Perikanan serta suap pengadaan bantuan sosial (bansos) COVID-19.
"Bagaimana tidak, proses hukum yang dilakukan KPK terlihat seperti ingin melindungi pelaku. Hal ini tergambar dari rendahnya tuntutan KPK, masing-masing Edhy Prabowo 5 tahun penjara dan Juliari P Batubara 11 tahun penjara," ungkapnya.
"Tidak cukup di situ bahkan dalam konteks korupsi bansos, KPK disinyalir ingin melindungi pihak-pihak tertentu. Hal itu dibuktikan dengan lambatnya proses penggeledahan, pemanggilan saksi, bahkan nama-nama pihak tertentu dihilangkan dari surat dakwaan," imbuh Kurnia.
Dengan melihat hal tersebut, ICW menyebut masyarakat sebenarnya akan mudah memprediksi kinerja KPK ke depan. "Besar kemungkinan KPK akan menghindari penanganan perkara yang di dalamnya terdapat afiliasi dengan partai politik tertentu," kata Kurnia.
Diberitakan sebelumnya, Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto mengatakan pembatasan mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga yang kini diberlakukan yaitu Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mempengaruhi kinerja mereka selama Semester I 2021. Selain itu, banyaknya pegawai yang terpapar COVID-19 juga menyebabkan KPK harus membatasi geraknya.
"Tidak dipungkiri bahwa pandemi yang diikuti kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan sejumlah pegawai yang terkonfirmasi positif COVID-19 mengharuskan KPK untuk membatasi pegawainya dalam melaksanakan tugas sesuai bidang masing-masing. Secara langsung tentu berpengaruh terhadap kinerja KPK," kata Karyoto dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Selasa, 24 Agustus.
Dalam rilisnya, KPK menyebut sudah melaksanakan 77 penyelidikan, 35 penyidikan, 53 penututan, dan 35 eksekusi. Selain itu, dari 35 kasus yang berada di penyidikan dan 32 orang telah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi.