KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri Dapat Ponten Merah dari ICW Terkait Penindakan Korupsi
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) memberikan ponten atau nilai merah kepada aparat penegak hukum yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung, dan Polri terkait penindakan kasus korupsi.

"Kinerja penindakan kasus korupsi yang dilakukan oleh institusi penegak hukum sepanjang Semester I Tahun 2021 hanya mencapai 19 persen dan berada pada peringkat E," kata peneliti ICW Lalola Easter dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube Sahabat ICW, Minggu, 12 September.

Lalola kemudian mengatakan nilai tersebut didasari jumlah kasus korupsi yang ditangani oleh penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri selama masa pemantauan sejak 1 Januari hingga 30 Juni 2021.

"Ada nilai A hingga E dan dengan jumlah kasus yang ditangani hanya 209 kasus yang mana hanya 19 persen maka dia berada di nilai E atau sangat buruk," ungkapnya.

Dia mengatakan para penegak hukum ini harusnya bisa melakukan penindakan korupsi lebih banyak. Lalola bahkan menyebut, harusnya ada 1.109 kasus korupsi yang bisa ditangani oleh tiga lembaga tersebut jika berdasarkan DIPA Tahun Anggaran 2021.

Tapi, yang terjadi justru sebaliknya. Pada semester ini, aparat penegak hukum hanya mampu menangani 209 kasus korupsi di mana 108 atau 89,6 persen merupakan kasus baru; 8,5 persen atau 17 kasus merupakan hasil pengembangan; dan 1,9 persen atau 4 kasus merupakan hasil operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

Adapun modus yang paling dominan dilakukan oleh para pelaku korupsi adalah terkait kegiatan maupun proyek fiktif. "Sementara modus lainnya yang sering digunakan adalah penggeleapan, penyalahgunaan anggaran, dan markup," ujar Lalola.

"Ketiga modus tersebut seringkali ditemukan dalam kasus korupsi pengadaan barang atau jasa dan pengelolaan anggaran pemerintah," imbuhnya.

Lebih lanjut, ICW juga mengungkap kinerja tiga lembaga penegak hukum tersebut. Kejaksaan Agung, kata Lalola telah menindak 151 kasus korupsi di mana ada 363 tersangka dengan kerugian negara mencapai Rp26,1 triliun.

Sementara kepolisian telah menindak 45 kasus korupsi dengan 82 tersangka dan kerugian negara mencapai Rp388 miliar. Sedangkan KPK, tercatat paling sedikit karena hanya menangani 13 kasus korupsi di mana ada 37 tersangka dengan total kerugian negara mencapai Rp331 miliar.

Dengan data tersebut, ICW menyebut kinerja penindakan kasus korupsi oleh Kejaksaan Agung sudah cukup baik dalam aspek kuantitas tapi terdapat sejumlah catatan dalam aspek kualitas dan profesionalitsme penanganan kasus korupsi.

Hal ini terjadi karena diduga ada sejumlah Kejaksaan yang tidak menangani kasus korupsi sehingga perlu dilakukan evaluasi. Selain itu, Lalola juga mengatakan, kejaksaan minim melakukan pengembangan kasus yang ditanganinya.

"Salah satunya adalah kasus Jaksa Pinangki. Kejaksaan masih belum melakukan upaya untuk mengejar aktor lain yang terlibat dalam kasus tersebut," tegasnya.

Sedangkan untuk kepolisian, ICW menilai penindakan kasus korupsi yang dilakukan sangat buruk dalam aspek kuantitas dan pada aspek kualitas. Alasannya, polisi jarang menyasar aktor intelektual.

Terakhir, Lalola menyinggung kinerja KPK mengalami peningkatan jumlah kasus yang ditangani tapi tak signifikan. Selain itu, jumlah tersangka dan nilai kerugian negara yang ditangani menurun sehingga lembaga ini dinilai patut mendapat nilai D.

Buruknya nilai ini didapat KPK karena permasalahan internal. Salah satunya terkait Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang jadi syarat alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Dampak TWK setidaknya terlihat dari buruknya kinerja KPK pada semester I Tahun 2021 setidaknya setelah tanggal 5 Mei," pungkasnya.