JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian membantah lomba video bertajuk 'Inovasi Daerah Dalam Tatanan Normal Baru' menghamburkan uang negara. Menurut dia, lomba berhadiah Rp168 miliar tersebut dilaksanakan agar tiap daerah berlomba mempersiapkan fase kenormalan baru di tengah pandemi COVID-19.
"Kalau ada isu ini untuk menghamburkan uang, tidak. Ini dana insentif yang diperuntukkan daerah," kata Tito saat melakasanakan rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 24 Juni.
Hadiah uang dengan nilai total Rp168 miliar bagi 84 daerah pemenang, kata dia, digelontorkan bukan untuk kepala daerah. Uang itu, sambung Tito, masuk sebagai dana insentif daerah yang ditransfer langsung oleh Kementerian Keuangan untuk menambah APBD daerah pemenang.
"Yang jelas (uang hadiah) masuk dalam program APBD dan bisa juga untuk menangani COVID dan dampaknya termasuk stimulus," tegasnya.
Lebih jauh, mantan Kapolri ini menjelaskan lomba tersebut dilakukan sebagai bentuk prakondisi sebelum pemberlakuan kenormalan baru saat pandemi COVID-19.
Dirinya mengatakan, perlombaan video ini sudah dilaksanakan secara adil karena masing-masing bidang dibagi menjadi empat klaster.
"Dibagi empat klaster. Provinsi lomba dengan provisi, kota bertanding antar kota, kabupaten bertanding antar kabupaten, perbatasan bertanding dengan perbatasan. Ada empat klaster pemerintah daerah dan tujuh sektor yang dipertandingkan," ungkapnya.
Adapun tujuh sektor yang dipertandingkan secara kompetitif adalah sektor pasar modern, hotel, tempat wisata, restoran, hingga sektor perhubungan.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar lomba bertajuk 'Inovasi Daerah Dalam Tatanan Normal Baru'. Dalam lomba ini, pemerintah daerah diminta membuat video simulasi protokol di fase kenormalan baru saat pandemi COVID-19.
Pemerintah menggelontorkan anggaran sebesar Rp168 miliar untuk 84 pemda pemenang dalam bentuk Dana Insentif Daerah (DID). Pemenang pertama mendapatkan Rp3 miliar, pemenang kedua Rp2 miliar, dan pemenang ketiga Rp1 miliar.
Berbagai pihak mengkritisi lomba ini. Mereka menganggap perlombaan yang menggelontorkan anggaran sebanyak itu tak perlu dilakukan di masa pandemi COVID-19 ini. Peneliti Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Defny Holidin salah satunya.
Menurut dia, selain tak perlu, lomba semacam ini sebenarnya berbahaya. Sebab, lomba dapat membuat pemerintah daerah beralih fokus dari upaya riil untuk memerangi penyebaran COVID-19 ke upaya artificial.
"Saya tidak setuju sebab inisiatif Kemendagri bisa misleading. Dalam pengertian pemda bisa beralih fokus dari upaya riil memerangi penyebararan COVID-19 ke upaya artifisial. Which does not necessarily represent the real situation," kata Defny saat dihubungi VOI, Selasa, 22 Juni.
Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman juga menyayangkan penggunaan dana sebesar itu hanya untuk memberikan hadiah bagi daerah pemenang. Menurut dia, hadiah sebesar Rp168 miliar ini sebaiknya bisa digunakan untuk hal lain.
Dicky bahkan mempertanyakan, ketika satu daerah dinyatakan menang dan mendapat hadiah sesuai aturan perlombaan, apakah uang tersebut benar-benar akan digunakan untuk menangani pandemi di wilayah itu.
Daripada menghamburkan anggaran hanya untuk hadiah perlombaan, Dicky menyarankan anggaran tersebut bisa untuk memperbanyak pengadaan real time polymerase chain reaction (PCR) dan reagen. "Supaya cakupan testing kita meningkat dan terjaga," tegasnya.