Bagikan:

JAKARTA - Provinsi Gorontalo telah memasuki masa transisi menuju kenormalan baru di tengah pandemi COVID-19. Gorontalo telah menyelesaikan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk ketiga kalinya pada 15 Juni lalu. 

Gubernur Gorontalo Rusli Habibie menyebut, selama masa transisi menuju kenormalan baru, sejumlah tempat dan kegiatan telah dibuka kembali dengan menerapkan protokol pencegahan COVID-19. 

Ada satu hal yang menjadi kebijakan baru di Gorontalo. Kini, Pemprov Gorontalo memberlakukan surat izin masuk (SIM) bagi semua orang yang masuk ke provinsinya. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi penularan virus corona. 

"Sekarang, dengan masa new normal ini, kami berlakukan SIM atau surat izin masuk. Jadi, akses masuknya kami perketat. Tapi, kalau keluar enggak pakai SIM," kata Rusli dalam diskusi bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Rabu, 24 Juni. 

Secara konsep, pemberlakuan SIM di Gorontalo mirip dengan surat izin keluar masuk (SIKM) yang telah diberlakukan di Jakarta. Rusli menjelaskan, setiap orang yang akan masuk ke Gorontalo mulanya mesti melakukan pemeriksaan rapid tes atau tes swab COVID-19. 

Langkah selanjutnya adalah mengunduh aplikasi "Sekitar Kita". Aplikasi ini tersedia di situs resmi covid-19.gorontaloprov.go.id. Kemudian, masyarakat diminta memasukkan data hasil tes COVID-19 dan nomor KTP masing-masing. 

"Begitu masuk perbatasan kami, kami ketik nomor KTP-nya, lalu keluar informasi yang menyatakan tes yang dia lakukan asli atau tidak, serta sudah kedaluwarsa atau masih berlaku," ujar Rusli. 

Kata dia, hal ini dilakukan sebagai upaya perlindungan bagi masyarakat Gorontalo. "Kami harus lindungi masyarakat kami. Sebab, provinsi tetangga kami juga sudah banyak yang terpapar," lanjut dia. 

Masyarakat Gorontalo sempat remehkan COVID-19 

Per hari ini, kasus terkonfirmasi positif COVID-19 di Gorontalo sudah mencapai 237 orang, dengan kasus sembuh 174 dan meninggal 7 orang. Rusli menyebut saat ini masyarakat Gorontalo sudah mewaspadai penularan virus corona dan menjalankan protokol kesehatan. 

Meski begitu, Rusli mengaku warganya sempat meremehkan penyebaran virus saat COVID-19 mulai masuk ke Indonesia pada awal Maret lalu. Padahal, seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) Gorontalo sudah menyosialisasikan seluruh informasi terkait wabah COVID-19. 

"Ini mendapat hambatan dari para masyarakat, karena masyarakat itu ketika belum ada kasus di Gorontalo masih 0, masyarakatnya tak acuh, mereka menganggap akan meninggal itu karena ajal," jelas Rusli. 

Sampai pada 10 April lalu, mulai ada warga Gorontalo yang terkonfirmasi positif COVID-19. Kasus pertama di Gorontalo disebabkan penularan dari kluster jemaah tabligh akbar ijtima ulama sedunia di Gowa, Sulawesi Selatan. 

Ketika itu, Rusli mengumpulkan jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) se-Gorontalo, beserta tokoh masyarakat dan agama untuk bergerak lebih gencar mengedukasi masyarakat soal virus corona. 

"Habis itu, mulailah masyarakat Gorontalo khawatir dan takut dengan corona ini. Saya, bupati, dan wali kota turun langsung ke tiap desa dan kelurahan untuk mengatakan ini bahayanya corona. Tapi, masyarakat tetap waspada, tidak panik dan kita harus hadapi," pungkasnya.