Nama Unik Satu Huruf dan Mengandung Angka Ternyata Bikin Warga Susah Dapat Bansos
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh/FOTO VIA ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan di Indonesia masih ada penduduk yang meregistrasikan namanya dengan angka atau pun hanya satu huruf saja. 

Hal ini menyebabkan mereka sulit melakukan pendaftaran di bank dan berujung pada kesulitan mendapatkan bantuan sosial (bansos).

"Di Indonesia itu ada penduduk yang namanya menggunakan angka. Nah, di dalam sistem perbankan kita semuanya harus berupa huruf," kata Zudan dalam diskusi daring yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Kamis, 19 Agustus.

Adapun contoh nama menggunakan angka adalah Na70 dan yang hanya huruf adalah IP. Zudan mengatakan, hal ini benar adanya dan bisa terjadi karena belum adanya pedoman pemberian nama bagi anak yang baru lahir.

Ketika dua nama tersebut atau nama serupa mencoba membuka rekening, kata Zudan, biasanya mereka akan ditolak pihak bank. Karena pada sistem perbankan di Indonesia, semua nama harus menggunakan huruf.

"Mau buka rekening, di banknya itu menolak yang ada nama dengan angka. Padahal itu benar," ujarnya.

Karenanya, Zudan meminta perbaikan untuk nama semacam itu dilakukan. Apalagi, hal ini diperlukan bukan hanya untuk membuka rekening, melainkan pemberian kredit, asuransi, pembuatan BPJS, pembuatan surat izin mengemudi (SIM), maupun paspor.

Selain itu, Zudan juga meminta agar masyarakat terus mengupdate data diri mereka di Dukcapil Kemendagri. Bukan hanya soal kelahiran, kematian, atau status perkawinan tapi juga berbagai data lainnya.

"Dulu dari menganggur lalu memiliki pekerjaan itu harus diupdate. Yang dulu masih kuliah menjadi PNS itu harus di update," tegasnya.

"Sebab kalau penduduk tidak mengupdate datanya, bisa jadi kita salah dalam memberikan bansos," imbuh Zudan.

Dia juga memaparkan saat ini masih ada 2,9 juta orang penduduk Indonesia yang belum memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) karena mereka belum melakukan perekaman e-KTP.

Sehingga pihaknya akan terus mengupayakan semua masyarakat bisa melakukan perekaman itu bahkan dengan terjun ke daerah terpencil. Salah satu contoh yang dilakukan, kata Zudan, Dukcapil pernah berangkat ke Jambi untuk merekam data suku Anak Dalam.

"Kalau ada menemukan komunitas mengaku belum punya NIK, hubungi kami. Kami jemput bola sehingga kalau ada penduduk kategori miskin kronis, belum punya NIK, kami bisa lakukan treatment pendataan," pungkasnya.