Bagikan:

JAKARTA - Menteri Sosial Tri Rismaharini menyebut dirinya langsung meminta audit dari sejumlah lembaga termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ketika baru menjabat. 

Hal ini dilakukan untuk mengetahui apa yang harus diperbaiki apalagi sebelumnya dia tak tahu kondisi di Kementerian Sosial.

"Saat di awal terus terang saya tidak tahu kondisi di Kemensos. Dari situ (karena, red) saya memang biasa tiap masuk keluar saya minta audit. Kenapa, saya ingin tahu apa yang harus diperbaiki dan apa kekurangan-kekurangan," kata Risma dalam acara diskusi yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Kamis, 19 Agustus.

Dari berbagai audit yang dilakukan, akhirnya Risma tahu masalah yang ada dalam pemberian bantuan sosial (bansos) berkaitan dengan data penerima. Sehingga, dia langsung bergerak melaksanakan perbaikan dengan mengintegrasikan data dari empat direktorat jenderal di kementeriannya.

"Jadi awalnya data ada empat. DTKS sendiri, data bantuan pangan nontunai atau warga kenalnya sembako, kemudian ada data bantuan tunai, dan data PKH," ujar eks Wali Kota Surabaya itu.

Dari penyatuan data tersebut, Risma mengatakan terdapat 193 juta data penerima yang kemudian dilanjutkan dengan memadankan data dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Hal ini dilakukan karena dia mendapat masukan dari KPK untuk dicocokan dengan data kependudukan.

"Kemudian kita padankan dengan data kependudukan, yang padan dengan data kependudukan tinggal 155 juta," ungkapnya.

Pemadanan data ini, kata Risma, juga mengungkap ada penerima bantuan yang ganda. "Artinya satu orang di satu bantuan ada yang menerima dua (bantuan, red) ada yang menerima tiga (bantuan, red)," ujarnya.

Sehingga, dari seluruh temuan tersebut Kementerian Sosial akhirnya dapat menidurkan sekitar 21 juta data penerima bansos.

"Kita memetakan sesuai aturan, ada yang memang boleh double, jadi PKH dengan sembako itu boleh, merangkap itu boleh. Namun ada yang tidak boleh seperti BST itu tidak boleh double," pungkasnya.