JAKARTA - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh mencari alat bukti tambahab dalam pengusutan kasus dugaan korupsi beasiswa Pemerintah Aceh sebesar Rp22,3 miliar.
Kepala Bidang Humas Polda Aceh Kombes Winardy, mengatakan bukti tambahan tersebut untuk memperkuat konstruksi hukum dugaan tindak pidana yang dilakukan sebelum penetapan tersangkanya.
"Penyidik sudah melakukan gelar perkara. Hasilnya, seluruh peserta gelar perkara sepakat masih diperlukan penambahan alat bukti sebelum penetapan tersangkanya," kata Kombes Winardy di Banda Aceh, dilansir Antara, Rabu, 18 Agustus.
Selain penambahan alat bukti, kata Winardy, penyidik juga mengajukan permohonan asistensi dari Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri guna menuntaskan penanganan kasus itu.
"Dengan adanya penambahan alat bukti serta asistensi Bareskrim Polri diharapkan bisa mempercepat penyelesaian penyidikan, sehingga bisa secepatnya gelar perkara berikutnya dan penetapan siapa saja tersangkanya," kata Winardy.
Pemerintah Aceh pada 2017 mengalokasikan anggaran Rp22,3 miliar lebih untuk beasiswa mahasiswa program studi, mulai diploma tiga hingga doktoral atau S-3.
Anggaran beasiswa tersebut ditempatkan di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSMD) Aceh. Beasiswa tersebut disalurkan kepada 803 penerima dengan realisasi mencapai Rp19,8 miliar lebih.
BACA JUGA:
Sebelumnya, lembaga swadaya masyarakat Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh melaporkan indikasi korupsi penyaluran beasiswa bantuan pendidikan Pemerintah Aceh tahun anggaran 2017.
Hasil temuan Inspektorat Aceh menyebutkan beasiswa tersebut berasal dari usulan 24 Anggota DPR Aceh. Jumlah penerima mencapai 938 mahasiswa, terdiri 825 penerima usulan Anggota DPR Aceh, dan 86 orang permohonan secara mandiri.
Dalam menangani kasus dugaan tindak pidana korupsi beasiswa, penyidik Polda Aceh sudah memeriksa sejumlah Anggota DPR Aceh periode 2014-2019 serta ratusan penerima beasiswa.