JAKARTA - Direktur Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, menginformasikan bahwa batasan tarif tertinggi untuk tes Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) di pulau Jawa-Bali diturunkan menjadi Rp495 ribu, sementara untuk daerah di luar pulau itu dibebankan tarif Rp525 ribu.
“Dari sisi harga, tes PCR kita ini termurah kedua setelah Vietnam, dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya,” ujar Nadia dalam acara daring yang disiarkan melalui kanal YouTube Lawan Covid19 ID, Rabu, 18 Agustus.
Sebelumnya, harga awal yang ditetapkan Kemenkes melalui Surat Edaran nomor HK. 02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) pada 5 Oktober 2020 lalu diketahui Rp900 ribu.
Batasan tarif tersebut berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan RT-PCR atas permintaan sendiri atau mandiri.
“Kebijakan ini dikeluarkan pemerintah untuk terus meningkatkan upaya tes sebagai salah satu upaya mendeteksi kasus,” kata Nadia.
Sementara, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir juga mengungkapkan alasan penurunan batasan tarif tertinggi pemeriksaan RT PCR dilakukan baru-baru ini, setelah terdapat penurunan harga reagen dan bahan medis habis pakai (BMHP) yang dipesan dari produsen.
Kadir menjelaskan, Kemenkes telah melakukan evaluasi dengan mempertimbangkan perhitungan biaya, pengambilan, hingga pemeriksaan RT PCR COVID-19. Ia menyebut, perhitungan itu meliputi berbagai komponen yang dikaji ulang secara bersama-sama.
Dengan keputusan anyar itu, Kadir meminta agar semua fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, laboratorium, dan fasilitas pemeriksaan yang telah ditetapkan oleh menteri dapat mematuhi batasan tertinggi RT PCR tersebut mulai 17 Agustus 2021.
1. Thailand Rp1.300.000 – Rp 2.800.000
2. Singapura Rp1.600.000
3. Filipina Rp437.000 – Rp. 1.500.000
4. Malaysia Rp510.000
5. Indonesia Rp495.000 - Rp525.000
6. Vietnam Rp460.000
BACA JUGA:
Karena itu, Okky mendorong harga tes PCR bisa ditekan lebih murah lagi. Dengan begitu, pemerintah dan juga masyarakat akan lebih mudah dan lebih cepat untuk melakukan testing.
"Testing yang cepat, hasil yang cepat juga akan mempercepat penanganan pandemi. Kita berdoa agar pandemi cepat berlalu dan Indonesia tangguh, Indonesia tumbuh," ucapnya.
Namun, keputusan itu tak menghentikan kritik yang dilayangkan kepada pemerintah. Banyak pihak yang mengusulkan agar tes PCR untuk mendeteksi COVID-19 digratiskan.
Dia mengaku belum tahu dari mana bisa mendapatkan bahan-bahan penunjang tes PCR yang lebih murah agar sesuai dengan tarif yang baru diturunkan.
"Ini kami supplier juga bingung harus cari ke mana barang-barang itu. Tapi bagaimana pun kita harus berusaha melayani yang terbaik," ucap Sugihadi secara virtual, Rabu, 18 Agustus.
Sugihadi menyatakan pihaknya ingin memberikan harga murah dan dapat berkontribusi dalam penanganan COVID-19. Namun, ia menilai itu tak bisa dilakukan begitu saja tanpa ada bantuan dari pemerintah.
Ia berharap pemerintah meringankan biaya terkait pengadaan bahan-bahan penunjang tes PCR. Menurutnya, pemerintah bisa mengurangi bahkan menghapus pajak untuk alat kesehatan.
"Ini imbauan kami ya. Kalau enggak, harganya lebih murah," kata dia.
Senada, Ketua Umum Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia (Palteki) Atna Permana juga mengaku bingung. Sebab, harga tersebut timpang dengan harga alat-alat yang sudah dibelinya.
"Ketika ada edaran dari pemerintah, harus kita dukung juga. Kita yang sudah punya stok banyak harus jual berapa nanti karena kalau lihat unit cost enggak masuk?," katanya.