Bagikan:

JAKARTA - Pakar Virologi dari Universitas Udayana, Ngurah Mahardika menyebut adanya perbedaan karateristik antara virus COVID-19 di Indonesia dengan virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China. Kendati begitu, perbedaan tersebut dinilai tidak terlalu mencolok sehingga tidak menyebabkan virus menjadi lebih ganas.

Temuan itu didapatkannya setelah melakukan sejumlah penelitian dari berbagai kasus COVID-19 yang terjadi di Indonesia. Ngurah menjelaskan bahwa ditemukan dua jenis virus SARS-CoV-2 di Indonesia yang berbeda dengan lokasi asalnya yakni Wuhan.

"Ada beberapa virus yang persis dengan Wuhan, ada juga yang berbeda, tetapi tidak banyak. Sekarang ada dua model virus yang berbeda," kata Mahardika dalam tayangan diskusi di Graha BNPB, Jakarta Timur, Kamis, 18 Juni.

Meski demikian, kata Mahardika, data mengenai virus yang bisa dihimpun oleh peneliti virologi saat ini masih terbatas. Dengan data yang sudah ada, bisa disimpulkan baru ada dua jenis virus corona yang berbeda dengan di Wuhan.

Walaupun ada perbedaan jenis virus, Mahardika menyebut virus di Indonesia yang mengalami substitusi bukan terletak pada receptor binding site. Sehingga, kecil kemungkinan virus tersebut akan bermutasi menjadi lebih ganas.

"Sebab, kalau berubah pada receptor binding site, bisa jadi virusnya ganas, kemudian antibodi dan tidak berperan, vaksin juga kehilangan khasiatnya," jelas Mahardika.

Lebih lanjut, Mahardika menyimpulkan bahwa virus corona di Indonesia tidak terlalu unik. Dengan begitu, menurutnya, jika nantinya vaksin ditemukan, vaksin tersebut bisa digunakan untuk di Indonesia.

"Kalau ketemu bibit vaksin dari negara manapun, maka harusnya bisa digunakan di indonesia. Sebab, respons imunitas COVID dari pola mutasi yang sudah ada, tidak begitu banyak perubahan," ungkap dia.

Oleh sebab itu, Mahardika meminta kepada masyarakat untuk tetap menjalankan protokol pencegahan COVID-19 agar COVID-19 tak memiliki ruang untuk bermutasi.