Bansos Rehabilitasi Rumah Warga Miskin Rp4,8 M di Aceh Dikorupsi, Dua Orang Jadi Tersangka
Penggeledahan dugaan tindak pidana korupsi bantuan sosial rehabilitasi rumah tidak layak huni untuk warga miskin senilai Rp4,8 miliar/ Antara

Bagikan:

JAKARTA - Kejaksaan Negeri (Kejari) Subulussalam, Aceh, menetapkan dua tersangka dugaan tindak pidana korupsi bantuan sosial rehabilitasi rumah tidak layak huni untuk warga miskin senilai Rp4,8 miliar.

Kepala Kejari (Kajari) Subulussalam Mayhardy Indra Putra mengatakan kedua tersangka, yakni berinisial S, mantan Kepala Dinas Sosial Kota Subulussalam, dan DEP selaku konsultan.

"S dan DEP ditetapkan sebagai setelah ada bukti kuat dugaan korupsi memotong dana bantuan sosial rehabilitasi rumah tidak layak huni di Kota Subulussalam. Masing-masing penerima dipotong Rp1,5 juta," katanya di Subulussalam, dilansir Antara, Selasa, 10 Agustus.

Ia mengatakan Dinas Sosial Kota Subulussalam pada tahun anggaran 2019 mengelola program rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni. Total anggaran program tersebut mencapai Rp4,8 miliar lebih bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh.

Dia mengatakan program tersebut menyasar 250 penerima yang terbagi dalam 15 kelompok. Masing-masing penerima mendapat bantuan sosial rehabilitasi rumah tidak layak huni sebesar Rp19,35 juta.

"Tersangka S selaku Kepala Dinas Sosial meminta tersangka DEP membuat rencana anggaran dan gambar serta dua laporan pertanggungjawaban. Biaya rencana anggaran dan gambar Rp500 ribu dan dua laporan pertanggungjawaban masing-masing Rp500 ribu sehingga total Rp1,5 juta," katanya.

Dari hasil pemeriksaan, katanya, biaya pembuatan rencana anggaran dan gambar serta dua laporan pertanggungjawaban dibebankan kepada penerima bantuan, sehingga jumlah bantuan yang diterima berkurang Rp1,5 juta.

"Sebelum pencairan tahap pertama, tersangka S mengingatkan masing-masing ketua kelompok penerima, apabila sudah mencairkan bantuan tersebut segera melakukan pembayaran Rp1,5 juta kepada tersangka DEP," kata dia.

Padahal, katanya, berdasarkan Peraturan Wali Kota Subulussalam tentang petunjuk pelaksanaan, rencana anggaran, dan laporan pertanggungjawaban dibuat masing-masing kelompok yang dibantu petugas pendamping.

"Dalam Peraturan Wali Kota Subulussalam juga disebutkan tidak ada pemotongan bantuan, termasuk untuk biaya administrasi RAB. Selain itu, format RAB juga bertentangan dengan Peraturan Wali Kota," kata Mayhardy.

Menurut dia, kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

"Berdasarkan hasil penghitungan Inspektorat Kota Subulussalam, kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan kedua tersangka mencapai Rp375 juta," kata dia.