Eks Direktur KPK: Sebelum Peraturan Perjalanan Dinas Merusak Lebih Jauh, Saran Saya Cabut Saja
Ilustrasi/VOI

Bagikan:

JAKARTA - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disarankan mencabut aturan perjalanan dinas yang mengatur pembiayaan perjalanan dinas pegawai dibayarkan oleh panitia penyelenggara. Pencabutan ini dirasa perlu untuk mempertahankan kredibilitas dan independensi komisi antirasuah.

"Sebelum peraturan perjalanan dinas ini merusak lebih dalam ke pegawai KPK, saran saya dicabut saja," kata eks Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antarkomisi dan Instansi (PJKAKI) Sujanarko kepada wartawan, Selasa, 10 Agustus.

Menurutnya, akan sulit bagi pegawai KPK untuk menjaga kredibilitas, kewibawaan, dan independensi jika peraturan perjalanan dinas ini dilakukan. Apalagi, nantinya mereka bisa saja mendapatkan fasilitas seperti diantar jemput, dibiayai hotel, hingga mendapat makan yang mana hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya.

Sehingga hal ini ke depannya dapat menimbulkan komplikasi baru terkait penerapan kode etik oleh pegawai KPK. "Misalnya, jamuan makan panitia di restoran, luxurious hospitality atau penyambutan berlebihan akan sulit dihindari," ungkap Koko atau sapaan akrab Sujanarko.

"Padahal di korporasi atau BUMN luxurious hospitality sudah dilarang tapi di Perkom Perjalanan Dinas baru KPK sama sekali tidak diatur," imbuhnya.

Lebih lanjut, Koko sapaan akrabnya juga menjelaskan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 7 Tahun 2012 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan KPK, sangat berbeda dengan Peraturan Pimpinan (Perpim) KPK Nomor 6 Tahun 2021.

Hal tersebut disampaikan untuk menjawab dalih KPK jika biaya perjalanan dinas yang ditanggung oleh panitia penyelenggara sudah berjalan sejak 2012. Menurutnya, Perkom Nomor 7 Tahun 2012 mengatur batasan jelas dalam pembiayaan perjalanan dinas yang tertuang dalam Pasal 3 huruf g.

Dalam pasal tersebut dijelaskan komponen biaya perjalanan dinas dibayarkan oleh pihak/instansi lain maka terhadap komponen biaya yang telah ditanggung tersebut tidak dibebankan lagi pada anggaran komisi.

"Jelas beda maksud isi Perkom 7 Tahun 2012 dengan Perpim 6 Tahun 2021. Perkom lama spiritnya seluruh pembiayaan dibiayai oleh KPK dengan menerapkan batasan-batasan yang jelas, tetapi mengakomodasi bila ada pembiayaan dari lembaga lain diatur dengan sangat terbatas, dengan kondisional," ungkapnya.

KPK sebelum Firli Bahuri dkk, sambung Koko, juga tidak pernah dibiayai oleh anggaran lembaga lain demi menjaga independensi dan menghindari konflik kepentingan. "Sementara Perpim yang baru justru mengharap dibiayai oleh panitia pengundang," tegasnya.

Ke depan, dia menduga akan banyak daerah yang menganggarkan untuk mengundang komisi antirasuah sebagai narasumber. "Dan KPK tidak punya tool untuk memverifikasi anggaran daerah terkait kepentingan pemberantasan korupsi," pungkas Koko.