Tegas Tolak Tuntutan China, Menlu Australia Marise Payne: Kami Tidak Dapat Memenuhi Persyaratan Mereka
Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne. (Wikimedia Commons/The Official CTBTO Photostream)

Bagikan:

JAKARTA - Australia tidak akan penuhi tuntutan China untuk mengubah kebijakan, guna memulai kembali pembicaraan bilateral, kata Menteri Luar Negeri Marise Payne.

"Kami telah diberitahu oleh China, mereka hanya akan terlibat dalam dialog tingkat tinggi jika kami memenuhi persyaratan tertentu. Australia tidak memberikan persyaratan pada dialog. Kami tidak dapat memenuhi persyaratan (mereka) sekarang," tegas Menlu Payne dalam pidatonya di Canberra seperti mengutip Reuters, Jumat 6 Agustus.

Hubungan Beijing dengan Canberra mulai goyah setelah Negeri Kangguru melarang Huawei terkait dengan jaringan broadband 5G yang baru lahir pada 2018 lalu. Kondisinya semakin mendingin setelah Canberra tahun lalu menyerukan penyelidikan independen tentang asal usul pandemi virus corona, yang pertama kali dilaporkan di China tengah tahun lalu.

China merespons dengan mengenakan tarif pada komoditas Australia, termasuk anggur dan jelai, dan membatasi impor daging sapi, batu bara serta anggur dari Australia. Kedutaan China di Canberra tidak segera menanggapi permintaan komentar atas pidato Payne.

April lalu, Pemerintah Australia mengumumkan keputusan untuk membatalkan dua kesepakatan antara Negara Bagian Victoria dengan China dalam Belt and Road Initiative.

Langkah ini ditempuh oleh Menteri Luar Negeri Marise Payne dan diumumkan pada Rabu 21 April malam. Payne menyebut pihaknya sudah memberi tahu pihak China sebelum keputusan ini diumumkan.

pelabuhan sydney
Ilustrasi pelabuhan peti kemas Sydney, Australia. (Wikimedia Commons/Aaron Jacobs)

Kendati menyebut Australia tetap berkomitmen menjaga hubungan dengan China, keputusan tersebut diprotes keras. Kedutaan Besar China mengkritik langkah Menlu Payne yang memveto dua perjanjian kerangka kerja yang ditandatangani oleh negara bagian Victoria. Langkah ini dinilai provokatif dan akan semakin merusak hubungan China dengan Australia.

"Langkah yang tidak masuk akan dan provokatif lainnya yang diambil oleh pihak Australia terhadap China," sebut Kedutaan Besar China dalam pernyataannya.

Respon keras juga datang dari Kementerian Luar Negeri China, yang memeringatkan Australia terkait risiko memburuknya hubungan bilateral kedua negara, setelah Australia membatalkan kesepakatan Negara Bagian Victoria dengan China di bawah Belt and Road Initiative.

"Australia adalah satu-satunya neagra yang merobek perjanjian Belt and Road Initiative yang menjadi preseden berbahaya. China berhak untuk mengambil tindakan lebih lanjut," tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin.

Australia pun diminta untuk meninggalkan mentalitas Perang Dingin dan bias ideologi, untuk kemudian memperbaiki kesalahanya dan mengubah arah.

"Pihak Australia meninjau lebih dari 1.000 kesepakatan dan hanya memutuskan untuk membatalkan empat kesepakatan dan dua di antaranya adalah kesepakatan dengan China. Jadi klaim Australia bahwa keputusan tersebut tidak menargetkan negara tertentu tidak berlaku lagi," kritiknya.

Untuk diketahui, terlepas dari ketegangan bilateral, China tetap menjadi mitra dagang terbesar Australia. Hingga Maret, Australia mengekspor barang senilai 149 miliar dolar Australia atau sekitar 110,1 miliar dolar Amerika Serikat ke China. Kendati turun 0,6 persen dari tahun sebelumnya, tetapi ekspor telah didukung oleh harga yang kuat untuk bijih besi, item tunggal terbesar dalam perdagangan dengan China.