Bagikan:

JAKARTA - Penusuk eks Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto, Syahrial Alamsyah alias Abu Rara dituntut 16 tahun penjara. 

Abu Rara merupakan orang yang menusuk Wiranto menggunakan kunai di Alun-Alun Menes, Pandeglang, Banten, pada Kamis, 10 Oktober 2019.

Selain Abu Rara, ada dua terdakwa lainnya yang dituntut hukuman penjara, yaitu istri Abu Rara, Fitria Diana alias Fitria Andriana, dan Samsudin alias Abu Basilah. 

Fitria dituntut hukuman penjara selama 12 tahun karena ikut menyerang Kapolsek Menes, Kompol Dariyanto dengan senjata yang sama. Sementara Samsudin, dituntut 7 tahun penjara.

Berbeda dengan Abu Rara dan Fitria, Samsudin didakwa melakukan pemufakatan jahat, persiapan, percobaan atau membantu tindak terorisme. 

Juru Bicara Pengadilan Negeri Jakarta Barat Eko Aryanto mengatakan, sidang pembacaan tuntutan terhadap perkara penusukan Wiranto ini telah dibacakan pada Kamis, 11 Juni.

"Sidang selanjutnya, hari Kamis 18 Juni dengan acara pledoi (pembelaan) dari Penasihat Hukum pada terdakwa dan dilanjutkan dengan pembacaan putusan," ungkap Eko dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 16 Juni.

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad menilai, tuntutan terhadap terdakwa penusuk mantan Menko Polhukam Wiranto sudah tepat.

"Kalau melihat dari sisi perencanaannya, kesengajaannya (tuntutan) itu bisa dikatakan tepat. Karena mungkin pelakunya sudah merencanakannya sehingga kemudian ini memberatkan pada tuntutan yang bersangkutan," kata Suparji saat dihubungi VOI lewat sambungan telepon.

Namun, Suparji mengkritisi tuntutan tersebut dengan membandingkannya dengan persidangan Novel Baswedan. Menurut dia, dua terdakwa dalam kasus penganiayaan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yaitu Ronny Bugis dan Rahmat Kadir harusnya bisa lebih satu tahun.

"Kenapa, karena untuk kasus Novel itu kan penganiayaan kemudian menyebabkan matanya tidak bisa melihat. Sementara Pak Wiranto, alhamdulilah, bisa diobati dan lukanya tidak membahayakan. Jadi kalau dilihat dari perbandingan itu maka kurang tepat," tegasnya.

Meski begitu, dia meminta semua pihak menghormati tuntutan jaksa di masing-masing kasus tersebut. Namun, dia mengatakan, semua pihak harusnya mendapatkan keadilan yang sama di mata hukum, equality before the law.

"Tidak boleh membedakan perlakuan terhadap seseorang tertentu sehingga dia mendapatkan keadilan sedang yang lain tidak. Artinya, kesamaan di muka hukum harus dijunjung tinggi," ungkap dia.

Mengingat peristiwa penusukan Wiranto

Sebelumnya, saat masih menjabat sebagai Menko Polhukam, Wiranto jadi korban penyerangan ketika berkunjung ke Lapangan Menes, Pandeglang, Banten, Kamis 10 Oktober 2019. Dia ke sana untuk memenuhi undangan kuliah umum dihadapan kurang lebih 1.000 mahasiswa. Peristiwa penusukan ini terjadi saat wiranto tiba di lokasi. 

Pelakunya dua orang, satu laki-laki menjadi eksekutor penyerangan, sementara satu lagi adalah perempuan yang merupakan istri si eksekutor. Sang eksekutor beraksi menggunakan gunting menyerang Wiranto.

Serangan itu juga mengenai dua orang lainnya, yaitu Kapolsek Menes Kompol Dariyanto yang menderita luka tusuk di punggung, dan ajudan Wiranto, Fuad yang tertusuk di dada bagian kiri. 

Pelaku pria bernama Syahril Alamsyah tempat tanggal lahir Medan, 24 Agustus 1988, beralamat di Jalan Syahrial VI No 104 LK, Desa Tanjung Mulia Hilir, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan, Sumatra Utara. 

Sementara, Fitri Andriana Binti Sunarto, tempat tanggal lahir Brebes 05 mei 1998, Agama Islam alamat Desa Sitanggai Kecamatan Karangan Kabupaten Brebes. Kedua orang ini mengontrak rumah di Kampung Sawah Kecamatan Menes Kabupaten Pandeglang.

Video dan foto yang merekam peristiwa itu berseliweran di media sosial. Dari situ ketahuan Wiranto baru saja turun dari mobil dan diserang. Penyerangan terjadi saat Wiranto sedang menghampiri warga untuk bersalaman. Dia yang mengenakan batik warna hijau dan kopiah, sempat terjatuh akibat serangan itu.

Wiranto dibawa ke rumah sakit terdekat. Pertama, dia dibawa ke Medical Center, Menes, Pandeglang. Lalu dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Pandeglang. Belakangan, dia dibawa ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta untuk mendapatkan perawatan intensif. Dia mendapatkan dua luka tusukan di bawah perut.