Wiranto dan Kekekalannya di Dunia Politik Indonesia
Wiranto saat dilantik jadi Dewan Pertimbangan Presiden oleh Presiden Joko Widodo (Foto: Twitter @setkabgoid)

Bagikan:

JAKARTA - Sosok Wiranto telah malang melintang di dunia pemerintahan maupun perpolitikan Indonesia sejak lama. Setelah insiden penusukkan dirinya saat menjabat sebagai Menko Polhukam beberapa waktu lalu, banyak pihak yang menganggap ini adalah akhir dari karirnya.

Namun, siapa yang sangka Wiranto kembali muncul ke publik dengan jabatan barunya. Presiden Joko Widodo (Jokowi) kemarin telah melantiknya sebagai ketua dewan pertimbangan presiden (Wantimpres) dan delapan anggota lainnya.

Berbicara tentang Wiranto ternyata punya banyak cerita. Sejak era orde baru (Orba) hingga reformasi, Wiranto selalu mendapatkan posisi strategis dalam pemerintahan. Lantas apa peran Wiranto di dunia politik dan mengapa dirinya masih tetap eksis hingga saat ini?

Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin mengatakan, masih eksisnya Wiranto hingga era pemerintahan Jokowi lantaran dia memiliki peran yang cukup dibutuhkan. Apalagi, pengalamannya cukup banyak, tak hanya di dunia militer.

"Jika dia eksis di zaman Jokowi, karena dia figur yang masih dibutuhkan Jokowi. Dibutuhkan karena dia senior dan banyak pengalaman," katanya, kepada VOI, di Jakarta, Sabtu, 14 Desember.

Ujang menambahkan, saat jadi Menko Polhukam periode 2014-2019, Wiranto berjuang keras untuk mendukung pemerintah Presiden Joko Widodo periode pertama agar berjalan lancar.

"Pasang badan untuk Jokowi. Bagaimana dia terdepan umumkan pembubaran HTI, dan lainnya. Peran dia kemarin yang paling utama sebagai Menkopolhukamnya Jokowi, mampu menjaga Jokowi dari serangan lawan-lawan politik Jokowi. Wajar jika Jokowi masih kasih jabatan ke dia," tuturnya sambil menambahkan, cara Wiranto bertahan untuk tetap eksis hingga kini adalah bekerja sesuai keinginan pemerintah ditambah loyalitas yang tinggi.

"Wiranto ini kan sudah tidak punya partai. Jadi agar tetap dilirik Jokowi dan tetap memiliki bargaining yang bagus di mata Jokowi, ya bekerja sesuai yang diinginkan Jokowi," ucapnya.

Latar belakang Wiranto sebagai mantan Panglima TNI, menurut Ujang, tidak dapat diabaikan sebagai pertimbangan politik. Bagimanapun, katanya, Wiranto punya pengaruh dan kekuatan di sana.

"Wiranto bisa punya jabatan di setiap pemerintahan karena dia tokoh senior militer. Di Indonesia, orang yang memiliki jabatan akan menjadi orang berpengaruh. Makanya jabatan jadi rebutan," ucapnya.

Perjalanan Karier Politik Wiranto

Meski dikenal sebagai politikus, dunia militer tetap sangat melekat pada sosok Wiranto. Sebelum menjadi politisi seperti sekarang, ia meniti kariernya di TNI. Wiranto sempat menduduki sejumlah jabatan strategis. Ia pernah menjadi ajudan Presiden Soeharto pada tahun 1989-1993.

Kariernya pun semakin menanjak setelah dekat dengan Soeharto. Ia sempat menduduki posisi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pada 1997-1998. Setelah itu, Wiranto menjadi Panglima TNI hingga 1999. Setelah purna tugas kemiliteran, namanya makin melambung tinggi di kancah perpolitikan Tanah Air.

Jika menilik jauh ke belakang, sederet jabatan strategis pernah diembannya seperti Menteri Pertahanan dan Keamanan 1998-1999 era Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie dan Menteri Koordinator Bidang Politik, dan Keamanan 1999-2000 pada kabinet Presiden Abdurrahman Wahid.

Wiranto juga pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum Keamanan (2016-2019) pada kabinet Indonesia Kerja era Jokowi, saat terjadi reshuffle menggantikan Luhut Binsar Panjaitan yang ditunjuk sebagai Menko Maritim.

Pria kelahiran 72 tahun silam ini hanya absen sebagai pejabat negara di era Presiden Megawati Soekarnoputri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saja.

Wiranto juga menunjukan eksistensinya di kancah perpolitikan dengan mendeklarasikan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) pada 21 Desember 2006. Di sana, ia menjabat sebagai ketua umum partai, namun saat ini sudah digantikan dengan Oesman Sapta Odang (Oso).

Tujuannya mendirikan Partai Hanura tak lain adalah sebagai kendaraan politiknya untuk maju pada Pilpres 2009. Pada 1 Mei 2009, ia bersama Jusuf Kalla (JK) dari Partai Golkar mendeklarasikan diri sebagai pasangan capres-cawapres.

Pasangan ini menjadi yang pertama mendaftar di KPU. JK-Wiranto mendapat nomor urut tiga dan disingkat menjadi JK-WIN. Dalam kontestasi tersebut, JK-Wiranto berhadapan dengan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono dan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto. JK-WIN kalah. Pasangan SBY-Boediono yang menang dan terpilih sebagai presiden untuk periode 2009-2014. 

Pada 2014, Wiranto sempat mencalonkan diri sebagai calon presiden berpasangan dengan konglomerat media, Hary Tanoesoedibjo (HT). Namun, pasangan WIN-HT gugur dengan sendirinya lantaran Hanura tak bisa mengusung capres sendiri, karena minimnya perolehan suara Partai Hanura dalam pemilihan legislatif 2014. Padahal pasangan ini yang pertama kali mendaftarkan diri di KPU.