Bagikan:

JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengajukan kompensasi untuk mantan Menkopolhukam Wiranto atas kasus penusukan dan penyerangan terduga teroris Syahrial Alamsyah alias Abu Rara.

Wakil Ketua LPSK RI Maneger Nasution menjelaskan kompensasi adalah ganti kerugian yang diberikan oleh negara karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya. 

Kompensasi yang diajukan sebesar Rp65.232.157. Selain Wiranto, kompensasi juga bakal diberikan kepada ajudan Wiranto yang juga menjadi korban, yaitu Fuad Syauqi. 

"Kompensasi memang hak untuk korban tindak pidana terorisme. Jadi, memang negara wajib hadir untuk kepentingan para korban dalam bentuk memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada pada korban," kata Maneger dalam keterangannya, Jumat, 10 April. 

Sebenarnya, kata Maneger, bukan Wiranto yang meminta pemberian kompensasi terhadap negara. Namun, Maneger menyebut pihaknya merasa wajib untuk memfasilitasi untuk mendapatkan kompensasi. Sebab, Wiranto adalah korban tindak pidana terorisme.

"Jadi, di dalam undang-undang itu kalaupun korban tidak mengajukan, Itu LPSK wajib mengajukan kepada negara agar yang bersangkutan mendapatkan kompensasi," ungkap Maneger. 

Sementara, bagi korban korban terorisme yang ingin mengajukan kompensasi, pengajuan yang dikirim ke LPSK harus disertai dengan bukti berupa surat keterangan dari kepolisian yakni densus maupun BNPT. Namun, untuk kasus penusukan Wiranto, pernyataan dari kepolisian sudah cukup kuat bahwa insiden tersebut merupakan tindak terorisme.

Sejauh ini, proses pengajuan kompensasi kepada Wiranto sudah dibawa ke pengadilan. Uang kompensasi akan diberikan apabila diputus oleh pengadilan Wiranto berhak menerimanya. 

"Setelah diputus pengadilan baru bisa disampaikan (kompensasi). Meski hakim putus pelaku bersalah tapi tak beri kompensasi, itu tergantung hakim," ucapnya. 

Penusukan

Untuk diketahui, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto jadi korban penyerangan saat berkunjung ke Lapangan Menes, Pandeglang, Banten, Kamis 10 Oktober 2019. Dia ke sana untuk memenuhi undangan dalam rangka memberikan kuliah umum dihadapan kurang lebih 1.000 mahasiswa. 

Pelakunya dua orang, satu laki-laki menjadi eksekutor penyerangan, sementara satu lagi adalah perempuan yang merupakan istri si eksekutor. Sang eksekutor beraksi menggunakan gunting menyerang Wiranto.

Serangan itu juga mengenai dua orang lainnya, yaitu Kapolsek Menes Kompol Dariyanto yang menderita luka tusuk di punggung, dan ajudan Wiranto, Fuad yang tertusuk di dada bagian kiri. Pelaku pria bernama Syahril Alamsyah tempat tanggal lahir Medan, 24 Agustus 1988, beralamat di Jalan Syahrial VI No 104 LK, Desa Tanjung Mulia Hilir, Kecamatan Medan Deli, Kota Medan, Sumatra Utara. 

Sementara, Fitri Andriana Binti Sunarto, tempat tanggal lahir Brebes 05 mei 1998, Agama Islam alamat Desa Sitanggai Kecamatan Karangan Kabupaten Brebes. Kedua orang ini mengontrak rumah di Kampung Sawah Kecamatan Menes Kabupaten Pandeglang.

Video dan foto yang merekam peristiwa itu berseliweran di media sosial. Dari situ ketahuan Wiranto baru saja turun dari mobil dan diserang. Penyerangan terjadi saat Wiranto sedang menghampiri warga untuk bersalaman. Dia yang mengenakan batik warna hijau dan kopiah, sempat terjatuh akibat serangan itu.

Wiranto dibawa ke rumah sakit terdekat. Pertama, dia dibawa ke Medical Center, Menes, Pandeglang. Lalu dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Pandeglang. Belakangan, dia dibawa ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta untuk mendapatkan perawatan intensif. Dia mendapatkan dua luka tusukan di bawah perut.