JAKARTA - Dua pelaku penipuan dengan modus perekrutan anggota Satpol PP DKI Jakarta, berinisial YF dan BA, sudah dalam penanganan polisi. Bahkan, nasib mereka akan ditentukan tak lama lagi.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, pihaknya membutuhkan waktu 1x24 jam untuk menentukan status hukum mereka. Sebab, pemeriksaan terlebih dahulu harus dilakukan.
"Yang bersangkutan masih kita lakukan pemeriksaan, nanti kita tunggu hasilnya karena kan 24 jam hasilnya," ucap Yusri kepada wartawan, Selasa, 27 Juli.
Pemeriksaan terhadap keduanya untuk menentukan dan memastikan terpenuhinya unsur pidana yang dilakukan. Jika nantinya terpenuhi, maka, keduanya akan langsung ditahan.
"Apakah yang bersangkutan bisa ditetapkan sebagai tersangka untuk kita lakukan penahanan, nanti kita tunggu," kata Yusri.
Selain itu, pemeriksaan terhadap keduanya juga untuk mengetahui sejak kapan modus itu dilakukan sekaligus mendata jumlah korban. Saat ini sudah ada 9 orang menjadi korban penipuan rekrutmen Satpol PP.
"Kita tunggu sekarang masih diperiksa modusnya apa berapa korban yang dia sudah tipu nanti kita tunggu," kata Yusri.
BACA JUGA:
Sementara menurut pihak Satpol PP DKI, kedua pelaku itu sudah melakukan tindak pidana penipuan. Sebab, keduanya sudah memperdaya sembilan orang berinisial FP (31), RM (34), BA (23), RY (43), SA (18), S (39), IR (22), AT (36) dan JK (33).
Kepala Satpol PP DKI Arifin menjelaskan, masalah ini berawal dari pelaku berinisial YF yang menawarkan pekerjaan Satpol PP kepada sembilan korban. Syaratnya, mereka harus membayar sejumlah uang.
Aksi penipuan rekrutmen petugas Satpol PP oleh YF tak dilakukan sendiri. Ia bekerja sama dengan bibinya, BA. Keduanya pun bukanlah pegawai Pemprov DKI.
YF mematok uang kepada korban dengan nominal yang bervariasi. Ada yang harus membayar Rp7 juta, Rp15 juta, bahkan Rp25 juta. Setelah para korban menyetor uang, YF dan BA membuat surat keputusan (SK) pengangkatan pegawai penyedia jasa lainnya perorangan (PJLP) Satpol PP palsu.
“Para korban diberikan seragam Satpol, bahkan ada yang membeli sendiri. Di SK pengangkatan palsu itu juga terdapat barcode, saat kami cek barcode-nya ternyata kosong alias tidak ada apa-apa," kata Arifin.
Setelah mendapat keterangan dari para korban, ternyata kesembilan orang itu sudah melakukan pekerjaannya, atas perintah YF. Mereka bekerja sebagai aparat pengawas protokol kesehatan selama masa PPKM. "Mereka lalu diberikan tugas-tugas tertentu sejak bulan Mei 2021 oleh oknum YF,” ucap Arifin.
Namun, ada korban yang merasa pekerjaannya sebagai Satpol PP ganjil. Mereka tidak mengetahui kantornya di mana. Mereka hanya mendapat tugas dan berangkat rumahnya ke lapangan dan berpatroli menggunakan kendaraan masing-masing.
Korban mengaku mendapat gaji langsung dari YF. Namun, sayangnya gaji yang diterima tak sesuai. Mereka dijanjikan mendapat gaji Rp4 juta sesuai UMP, namun yang didapat hanya Rp3,5 juta, Rp2,5 juta, bahkan ada yang mendapat gaji hanya Rp900 ribu.
Berdasarkan pemeriksaan sementara, YF mengaku sudah mendapat uang hingga ratusan juta rupiah dari aksi penipuannya. Sebab, ia tak hanya melakukan rekrutmen palsu untuk petugas Satpol PP saja.
Ia membuka lowongan untuk Dinas Perhubungan, Dinas Cipta Karya Tata Ruang dan Pertanahan (Citata) serta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
Pelaku YF mengaku sebagian uang hasil penipuan ia gunakan untuk menggaji para korban. Selain itu, duit hasil penipuan itu digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan membeli sejumlah keperluan seperti iPhone 12 dan sepeda motor baru.
Setelah dibuatkan berita acara pemeriksaan (BAP), kedua pelaku dan sembilan korban kemudian dibawa ke Polda Metro Jaya untuk penyelidikan lebih lanjut. Akibat perbuatannya, pelaku terancam dikenakan Pasal 378 KUHP tentang penipuan dengan hukuman penjara di atas lima tahun.
"Semua peristiwa ini akan kita limpahkan kepada kepolisian untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, terhadap pelanggaran hukum yang dialkukan. Baik yang berkaitan dengan institusi Satpol PP seperti penggunaan atribut, pemalsuan dokumen, menggunakan identitas saya, termasuk juga (kasus penipuan) kepada korban," jelas Arifin.