Pemerintah Harus Punya Strategi Penanganan Anak Yatim Piatu Akibat COVID-19
ILUSTRASI/UNSPLASH

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani Aher mengingatkan pemerintah soal membengkaknya jumlah anak yatim dan piatu akibat kehilangan orang tua yang meninggal karena terpapar COVID-19.

"Pemerintah harus memitigasi dampaknya sejak sekarang agar tidak menjadi bom waktu di masa mendatang," ujar Netty, Jumat, 23 Juli.

Hal ini disampaikan berkaitan dengan momentum Hari Anak Nasional (HAN) hari ini. Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS DPR ini, ketidakhadiran orang tua akan berdampak buruk terhadap perkembangan anak. 

Karenanya, pemerintah harus memiliki strategi penanganan anak-anak yang fatherless atau motherless.

"Apakah sudah disiapkan proses pendampingan mereka? Apalagi selama pandemi angka perceraian juga meningkat karena alasan ekonomi," kata Netty.

Mengutip hasil survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS, menyebutkan pada 2015 sebanyak 5,89 persen pasangan suami istri bercerai (hidup). Jumlahnya sekitar 3,9 juta dari total 67,2 juta rumah tangga. Pada 2020, persentase perceraian naik menjadi 6,4 persen dari 72,9 juta rumah tangga atau sekitar 4,7 juta pasangan.

Netty menilai, anak-anak di rumah tanpa orang tua dan anak-anak belajar tanpa kehadiran guru secara fisik tentunya menjadi problem tersendiri. Karena itu, dia meminta pemerintah agar memperhatikan betul kondisi tersebut agar tidak menghambat peluang bonus demografi Indonesia menuju 2045.

"Apalagi, kita belum dapat mengukur tingkat optimalisasi dan efektivitas sistem pendidikan daring di masa pandemi ini," jelas Netty.

Selain itu, legislator Jawa Barat itu mendorong pemerintah agar menyiapkan strategi perlindungan, pencegahan dan penanganan lebih spesifik terhadap anak pasien COVID-19. Mengingat mereka rentan terhadap tekanan psikologis akibat kondisi tidak nyaman dalam masa perawatan atau isolasi.

“Apakah pemerintah sudah menyiapkan ruang isolasi, tenaga kesehatan dan pendampingan psikologis khusus untuk pasien anak? Bagaimana dengan ketersediaan obat-obatan, suplemen dan alkes yang sesuai dengan kondisi anak-anak,” tanya Netty.

Sementara berdasarkan data Covid19.go.id, lanjut Netty, jumlah pasien COVID-19 usia 0-5 tahun ada sebanyak 2.9 persen atau sekitar 86.531 kasus dan usia 6-18 tahun sebanyak 9.9 persen atau sekitar 295.399 kasus.

"Kondisi ini, tentu mengkhawatirkan mengingat anak-anak adalah generasi masa depan bangsa yang harus dilindungi dari serangan COVID-19, terutama varian delta yang mudah menginfeksi anak-anak," terangnya.

Untuk itu, Netty mendesak pemerintah segera menyiapkan program vaksinasi dengan dukungan nakes dan fasilitas yang tidak bisa disamaratakan dengan orang dewasa. Sebab, sebagain besar kasus anak terjadi akibat terpapar dari keluarga atau komunitas masyarakatnya. 

"Pemerintah harus mampu memberikan edukasi dan informasi pada orang tua agar waspada terhadap paparan virus pada anak-anak mereka” ujar Netty.