Cekcok di Pos Penyekatan, Anggota DPRD NTB dari F-PAN Najamuddin: Kalau Dipanggil Polisi, Apa Deliknya?
ILUSTRASI FOTO/ANTARA

Bagikan:

MATARAM - Anggota DPRD Nusa Tenggara Barat H Najamuddin Moestafa mengaku siap memberikan klarifikasi kepada Polda NTB setelah viralnya perdebatan antara dirinya dengan anggota polisi yang sedang berjaga di pos penyekatan PPKM Mataram.

"Dalam video itu, sekali lagi saya sama sekali tidak pernah menyinggung institusi kepolisian. Yang ada itu oknum yang bertugas di sana, saya tanyakan soal dasarnya apa meminta surat keterangan vaksin di pos penyekatan, kalaupun saya bertanya itu wajar sama seperti masyarakat lainnya," kata Najamuddin kepada wartawan di Mataram dikutip Antara, Jumat, 16 Juli.

Menurut Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD NTB itu, dirinya sama sekali tidak pernah melakukan unsur melawan hukum, khususnya pada aparat kepolisian. Ditegaskan Najamuddin dirinya tak mendiskreditkan atau pun menyudutkan institusi kepolisian.

Hanya saja dirinya menyayangkan, ngototnya aparat kepolisian yang bertugas di pos penyekatan dengan meminta surat keterangan sudah vaksin bagi para pengguna lalu lintas yang melintasi areal perbatasan Kota Mataram dan Lombok Barat di Gerimak tersebut.

Dia beralasan, jika merujuk Surat Edaran (SE) Gubernur NTB Zulkiflimansyah terkait pemberlakuan PPKM Mikro, tidak ada klausul yang menyebutkan harus menunjukkan kartu keterangan vaksin itu.

"Jadi, dasar mereka untuk meminta surat vaksin itu yang saya tanyakan. Tapi mereka 'keukueh' dan ngotot, namun ketika saya meminta di vaksin untuk saya dan sopir juga tidak bisa. Petugas vaksinasi juga enggak ada di lokasi saat itu," ujar Najamuddin.

Dia mengatakan, tidak sengaja awalnya untuk turun ke Pos Penyekatan Gerimak sampai terlibat "adu mulut" dengan aparat kepolisian saat itu.

Namun, lanjut Najamuddin, sebagai anggota dewan, ia merasa terpanggil melihat banyak warga masyarakat ke sejumlah wilayah di NTB, mulai Lombok Tengah, Lombok Timur dan itu sangat jauh. Bahkan hingga para penumpang yang menggunakan bus dari Kabupaten Sumbawa, Dompu dan Kabupaten Bima.

"Coba dibayangkan masyarakat diminta balik, dimana hati nurani kita melihat mereka sudah jauh-jauh dari rumah disuruh balik. Ini orang cari makan ke Mataram tapi diminta balik," ucapnya.

Terlebih, kata dia, pasokan kebutuhan makanan dan buah-buahan warga Mataram justru dipasok selama ini oleh petani dari luar Mataram. Di antaranya, Lombok Tengah, Lombok Tengah, Lombok Timur hingga Sumbawa.

"Bagaimana kita enggak terpanggil turun mendatangi Pos Penyekatan. Ini soal hati nurani dan tanggung jawab saya sebagai wakil rakyat yang sedih banyak pedagang sayur dari Sembalun, Lombok Timur, pedagang beras dari Lombok Tengah hingga pedagang ikan harus rela memutar balik karena enggak bisa membawa surat keterangan sudah vaksin itu. Perasan sedih melihat ribuan warga yang jauh-jauh datang, tapi belum sampai ke Mataram sudah diminta balik pulang," jelas Najamuddin.

"Sekali lagi, sikap saya itu tanpa perencanaan. Itu murni spontan saja. Dan, jika misalnya saya dipanggil oleh Polda NTB itu, deliknya apa?. Tapi, hingga saat ini, saya belum dipanggil oleh aparat kepolisian," ucap Najamuddin.

Najamuddin pun menilai tindakannya tidak melanggar hukum dan terdapat unsur pidana atau menghambat kinerja kepolisian. Selain itu ia mengaku apa yang disampaikannya juga sebagai tugas menjadi wakil rakyat.

"Menurut saya tidak ada unsur pidana, saya berbicara juga karena sebagai wakil rakyat, ada hak melekat bahwa kami juga harus menyuarakan apa yang menyangkut hajat hidup orang banyak," tegas anggota Fraksi PAN DPRD NTB ini.

Karena itu Najamuddin berharap penerapan PPKM baik Mikro dan Darurat yang kini berjalan di NTB, juga harus disertai dengan sosialisasi yang masif pada masyarakat. Selain itu, penyiapan APD pada rakyat. Di antaranya, masker hingga penyemprotan dis infektan juga harus intensif dilakukan di semua jalanan dan perumahan warga di semua wilayah NTB.