JAKARTA - Keputusan Menteri Agama Fachrul Razi terkait pembatalan keberangkatan ibadah haji tahun 2020 dinilai menyalahi aturan perundangan. Keputusan Fachrul melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Mustinya pembatalan keberangkatan ibadah haji diputuskan bersama DPR melalui rapat kerja. Bukan diputuskan sepihak. Demikian disampaikan Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto.
Yandri mengatakan, sedianya rapat kerja pembahasan penyelenggaraan haji di tahun 2020 dilaksanakan pada 4 Juni mendatang. Hanya saja, Fachrul justru mengumumkan pembatalan tersebut tanpa mekanisme yang berlaku.
Kementerian Agama, kata dia, sebenarnya sudah berkirim surat ke DPR RI. Namun, karena sedang reses, akhirnya rapat diputuskan dilaksanakan pada hari Kamis, 4 Juni mendatang dengan metode tatap muka langsung.
"Kami sudah mengagendakan rapat kerja hari Kamis lusa tanggal 4 Juni jam 10.00 WIB atas izin pimpinan DPR untuk rapat kerja dengan Menteri Agama," kata Yandri kepada wartawan, Selasa, 2 Juni.
Anggota DPR Fraksi PAN ini kemudian mengatakan, keputusan semacam ini perlu dilakukan bersama-sama antara menteri dan DPR RI sebagai mitra kerja. "Itu disepakati semua bersama DPR, termasuk hal yang sangat penting seperti ini. Harus bersama-sama DPR untuk memutuskan batal atau tidak," tegasnya.
"Kami kan belum tahu laporan Arab Saudi bagaimana. Gimana kalau Arab Saudi tiba-tiba minggu depan membolehkan berangkat jemaah haji kita, gimana," imbuh politikus ini.
Dengan keputusan tersebut, Yandri kemudian mengatakan rapat kerja antara Menteri Agama dan Komisi VIII DPR RI sudah tak diperlukan lagi dan hal ini jelas menyalahi keputusan yang ada.
"Kalau Pak Menteri begini, saya enggak tahu pak menteri ngerti enggak tata aturan bernegara," ujarnya.
Dia kemudian mengatakan, jika pemerintah terkesan tidak siap dalam menghadapi masalah jemaah haji di tengah pagebluk COVID-19. Dirinya bahkan mengatakan, pemerintah tampaknya buang badan dengan kondisi jemaah saat ini.
"Kemenag baca undang-undanglah. Jangan grasak grusuk," ungkapnya.
BACA JUGA:
Senada dengan Yandri, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily juga menyatakan, Menag Fachrul harusnya melaksanakan rapat terlebih dahulu mengenai langkah lanjut yang akan diambil terkait pelaksanaan ibadah haji di tahun 2020.
"Memang Menteri Agama telah mengirimkan surat kepada Komisi VIII DPR untuk mengadakan rapat terkait penyelenggaraan haji tapi karena masih reses sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, harus mendapatkan persetujuan dari Pimpinan DPR RI. Sampai saat ini belum ada surat persetujuan tersebut," ungkap Ace.
Politikus Partai Golkar itu kemudian menyayangkan sikap Menag Fachrul yang mengambil keputusan tanpa rapat sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku. "Tentu kami menyesalkan atas sikap Menteri Agama yang akan mengumumkan kebijakan ini tanpa terlebih dahulu rapat dengan Komisi VIII," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Agama Fachrul Razi menyatakan tidak memberangkatkan jemaah haji di tahun 2020 atau 1441 Hijriah.
Pertimbangan atas keputusan ini, salah satunya soal kecukupan waktu yang lebih lama. Sebab, ketika memilih untuk tetap memberangkatkan calon jemaah haji, maka mereka harus melalui proses masa karantina yang panjang. Para jemaah haji mesti dikarantina selama dua pekan di tanah air sebelum bertolak ke Arab Saudi. Kemudian, kembali menjalani karantina setibanya di sana dan usai kembali ke tanah air.
Pertimbangan pembatalan pemberangkatan haji lainnya adalah soal jaga jarak fisik selama beribadah. Hal ini jadi perhatian karena para jemaah haji mesti menerapkan protokol kesehatan agar mencegah penularan COVID-19. Menjaga jarak fisik pun harus dilakukan selama dalam perjalaman menuju Arab Saudi, saat proses beribadah, hingga tiba kembali ke tanah air.
Kemudian, langkah ini diambil karena pemerintah Arab Saudi juga tak kunjung membuka akses haji dari negara manapun. Sehingga, pemerintah tak memiliki cukup waktu melakukan persiapan terkait dengan pelayanan dan perlindungan jamaah.
Dengan beberapa petimbangan itu, maka, diputuskan untuk tak memberangkatkan jemaah haji di tahun 2020 dan tertera pada Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 494 tahun 2020 tentang pemabatalan jamaah haji.
Dalam mengambil keputusan tersebut, lanjut Fachrul, Kementerian Agama sudah berkoordinasi dengan Komisi VIII DPR-RI dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) baik secara formal maupun informal.
"Tentu Kementerian Agama juga sudah melakukan komunikasi dengan mitra kami komisi VIII di DPR tentang perkembangan situasi ini, baik melalui komunikasi formal dengan rapat kerja maupun komunikasi informal secara langsung," ujar Menteri Agama Fachrul Razi dalam konferensi persnya yang dilakukan secara daring.
Adapun pembatalan ini berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia, baik yang menggunakan visa reguler atau pun khusus. Dengan begitu, perjalanan haji di tahun 2020 ditutup sementara akibat masa pagebluk COVID-19. Keputusan tersebut diambil untuk menjaga kesehatan masyarakat Indonesia.