Biro Perjalanan Umrah Yakin Penutupan Akses Tak Akan Berlangsung Lama
Ilustrasi Masjidil Haram. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah Arab Saudi memutuskan untuk menutup akses kedatangan jemaah umrah dari luar negeri untuk menghindari penyebaran virus Corona atau COVID-19. Kebijakan ini diberlakukan mulai kemarin hingga waktu yang belum ditentukan.

Namun, Ketua Umum Sarikat Penyelengara Ibadah Umrah Haji Indonesia (Sapuhi) Syam Resfiadi meyakini bahwa hal itu tak akan berlangsung lama, apalagi sampai lewat masa ibadah haji pada Juni mendatang.

"Enggak sampai berbulan-bulan. April saja kelamaan. Paling lama dua minggu. Mereka juga pasti rugi kalau kebijakan ini berlakukan terlalu lama," ujarnya saat dihubungi VOI, Jumat 28 Februari.

Meski demikian, ia mengaku keputusan Pemerintah Arab ini dinilai akan berdampak pada ekonomi dalam negeri. Khususnya, kata dia, sektor biro perjalanan umrah.

Syam Resfiadi mengatakan, dampaknya sangat besar terhadap biro perjalanan umrah. Jika dihitung kerugian akibat kebijakan ini mencapai Rp2,2 triliun per bulannya.

"Jika kami lihat lima bulan terakhir setiap bulannya itu ada 110 ribu jemaah umrah kita yang berangkat. Kalau dihitung standar Kementerian Agama biaya satu orangnya Rp20 juta, total kerugian per bulan itu ya dikali saja dengan jumlah jemaah. Sampai Rp2,2 triliun," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Nunung Rusmiati mengatakan, pihaknya saat ini masih mendata berapa jumlah jemaah yang sudah memesan lalu membatalkan setelah ada kebijakan pemerintah Arab Saudi.

"Terus terang belum ketahuan kerugiannya. Tetapi ini sangat merugikan. Karena buat calon jemaah yang mau mendaftar, mereka kan jadi berpikir dulu. Kami belum bisa beri tahu jumlah kerugiannya, karena ini kan mendadak," tuturnya.

Namun, Rusmiati mengakui, sejak virus COVID-19 mewabah memang ada penurunan terhadap pemesanan tiket wisata maupun paket ibadah umrah. "Memang terasa (dampaknya). Biasanya setiap hari banyak yang menanyakan umrah, tapi sekarang calon jemaah melihat dulu kelanjutan (perkembangan virus dan kebijakan pemerintah Arab Saudi) ini, " jelasnya.

"Kami juga sedang mengusahakan untuk melakukan reschedule bagi para jemaah umrah yang tidak bisa berangkat sampai kebijakan itu dicabut," sambungnya.

Direktur Eksekutif Institute of Development for Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad juga mengatakan hal senada. Menurutnya penutupan akses bagi jemaah umrah dari luar Arab Saudi akan menimbulkan dampak bagi perekonomian Indonesia.

Meski demikian, Tauhid tak menampik penyetopan sementara tersebut untuk menjaga kesehatan para jemaah agar tidak terinfeksi virus COVID-19.

"Ini (virus corona) kan kejadian force majeure, luar biasa. Kita enggak bisa mengelak karena tujuannya mencegah jemaah Indonesia dari penyakit ini. Namun, dampak ke perekonomian pasti besar mengingat peminat umrah di Indonesia sangat banyak," katanya di kantor INDEF, Kamis, 27 Februari.

Tauhid berujar, sektor yang paling terdampak yakni perhubungan, khususnya penerbangan dan cargo dari dan menuju Arab Saudi pasti akan berkurang drastis. Sebab, untuk umrah maskapai menerbangkan jemaah sepanjang tahun. Berbeda dengan haji yang terjadi dalam satu periode.

Menurut Tauhid, pengurangan kuota jemaah tersebut akan dirasakan oleh maskapai domestik dan maskapai asing. Selain itu, pendapatan biro perjalanan (travel agent) untuk umrah pasti akan berkurang drastis. Hal itu termasuk sub sektor lain, misalnya hotel, restoran, atau jasa penunjang yang menjadi mitra biro perjalanan. 

Pendekatan dengan Otoritas Arab Saudi

Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily mengatakan, Pemerintah Indonesia harus melakukan pendekatan kepada otoritas Kerajaan Arab Saudi terkait kebijakan penghentian sementara calon jemaah umrah akibat virus COVID-19.

Ace mengatakan, hingga saat ini Indonesia belum positif COVID-19. Atas dasar ini, katanya, dapat menjadi dasar pemerintah melakukan negosiasi kepada otoritas Arab Saudi.

"Saya sebetulnya menginginkan agar khusus negara-negara yang tidak terpapar positif virus corona diberikan kesempatan untuk dapat tetap masuk ke Arab Saudi," tuturnya.

Selain itu, lanjut Ace, Kerajaan Arab Saudi dapat meminta kepada masing-masing negara untuk melakukan screening kesehatan di negaranya masing-masing guna mengidentifikasi apakah terinfeksi atau tidak. Jika terinfeksi jangan diberangkatkan.

Kerajaan Arab Saudi juga harus melakukan pemeriksaan kesehatan di bandara udaranya. Jika ada suspect tentu tak boleh masuk.

"Ini mungkin tawaran yang bisa dilakukan Pemerintah Indonesia kepada otoritas Kerajaan Arab Saudi. Dengan demikian jemaah umrah Indonesia masih dapat menjalankan ibadah umrah," ucapnya.