JAKARTA – Pengumuman pemerintah Arab Saudi yang mengizinkan umrah dengan visa turis disambut positif masyarakat Indonesia. Sayangnya, kegembiraan tersebut tidak bertahan lama karena Kementerian Agama melarang keberangkatan umrah mandiri.
Belum lama ini pemerintah Arab Saudi mengizinkan jemaah beribadah umrah dengan visa turis. Sebagaimana dilansir Gulf, Kementerian Haji dan Umrah Saudi merilis aturan mengenai umrah. Jemaah bisa menggunakan visa kunjungan, pariwisata, hingga tenaga kerja.
Masyarakat Indonesia tentu menyambut positif kabar ini, karena dinilai memberikan banyak keuntungan bagi jemaah. Namun, belum lama ini Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengumumkan melarang umrah backpacker dengan alasan untuk melindungi umat Muslim yang ingin melaksakan ibadah umrah.
Ia menjelaskan bahwa perjalanan umrah berbeda dengan perjalanan wisata lainnya, karena melibatkan aturan-aturan peribadatan yang harus dipatuhi.
“Ini kalau kita ke luar negeri kita bisa sendiri. Kemana? Ke Eropa, Jepang, Amerika, kemanapun kita bisa lakukan sendiri, karena tidak ada aturan-aturan dalam melakukan perjalanan itu, tapi umrah berbeda. Ada aturan peribadatan yang harus dipenuhi,” kata Yaqut, disitat Antara.
Berbiaya Lebih Murah
Dikutip sejumlah referensi, backpacker adalah turis atau pelancong yang melakukan kegiatan jalan-jalan dengan menggunakan tas punggung. Para backpacker ini identik dengan perjalanan berbiaya murah dan efisien.
Umrah mandiri atau yang lebih populer dengan sebutan umrah backpacker sebenarnya sudah dilakukan sejak beberapa tahun terakhir, sebelum pemerintah Arab Saudi mengeluarkan pernyataan soal mengizinkan umrah dengan visa turis.
Hanya saja, waktu itu umrah backpacker ini dilakukannya secara ‘sembunyi-sembunyi’. Tapi seiring berjalannya waktu, jemaah yang melakukan umrah secara mandiri makin banyak. Info terkait umrah mandiri ini juga bertebaran di mana-mana.
Ada sejumlah alasan yang membuat umrah backpacker menjadi pilihan sebagian orang. Di antaranya biaya umrah mandiri yang jauh lebih murah dibandingkan melalui travel serta keleluasaan waktu jemaah untuk beribadah.
Karena itulah, ketika pemerintah Arab Saudi mengeluarkan kebijakan untuk mengizinkan umrah dengan visa turis, banyak masyarakat yang menyambut gembira.
Tapi pemerintah Indonesia bersikeras umrah backpacker dilarang. Menag Yaqut mengatakan, larangan terhadap umrah backpacker diharapkan dapat meminimalkan risiko dan memastikan keselamatan serta kenyamanan bagi umat Muslim yang melaksanakan ibadah umrah ke Tanah Suci.
“Banyak hal yang jadi pertimbangan pemerintah kenapa sebaiknya memang umrah backpacker itu dihindari. Jadi ada biro-biro umrah travel perjalanan ibadah umrah yang akan siap membantu umat untuk bisa menjalankan umrah dengan baik,” jelas Yaqut.
Perjalanan ibadah umrah bagi masyarakat Indonesia sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Dalam UU itu disebutkan bahwa yang bisa melaksanakan proses pemberangkatan umrah hanya dua, yaitu pemerintah dan swasta.
Tidak Sesuai Kebutuhan
Pro kontra soal umrah mandiri bagi jemaah Indonesia dikomentari oleh pengamat hubungan internasional Universitas Islam Indonesia, Hadza Min Fadhli Robby mengatakan umrah backpacker justru bisa membuat ibadah umrah lebih bisa diakses oleh kelas menengah dan menengah ke bawah karena harganya lebih terjangkau.
Kata Fadhli, pemerintah tidak bisa melarang umrah mandiri apalagi kalau memang jemaah umrah layak dan mampu melaksanakan umrah secara mandiri.
“Pemerintah Indonesia mungkin perlu membuat peraturan untuk memastikan agar keleluasaan visa Saudi dan tren umrah backpacker tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab,” Fadhli menuturkan.
Sementara itu, pengamat haji UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dadi Darmadi menyoroti praktik monopoli oleh biro travel besar. Dadi menuturkan, larangan pemerintah terhadap umrah mandiri tidak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat menengah ke bawah yang ingin melakukan umrah.
Untuk itu, ia berharap pemerintah dapat mengundang pakar-pakar untuk mendiskusikan langkah alternatif bila umrah mandiri dilarang. Tujuannya supaya ibadah umrah bisa diakses semua kalangan.
“Karena tentu saja kita paham bahwa soal keamanan, kenyamanan, dan lain-lain itu penting. Tapi juga banyak orang sudah melakukan perjalanan ke berbagai negara untuk bepergian itu sejauh ini bisa dilakukan dengan cukup aman. Pertanyaannya kenapa umrah tidak bisa?” tegasnya.
Menghindari Travel Bodong
Terlepas dari niat baik pemerintah melindungi jemaah umrah Indonesia, faktanya ada beberapa travel haji dan umrah bermasalah yang menyebabkan kerugian puluhan miliar bahkan hingga triliunan Rupiah.
Beberapa di antara layanan travel umrah bermasalah adalah First Travel dan Solusi Balad Lumampah (SBL) yang sempat menghebohkan publik beberapa tahun lalu.
Pada 2017, sekitar 63 ribu jemaah umrah gagal berangkat dari First Travel. Berbekal iming-iming umrah murah seharga Rp14 juta, layanan First Travel laris manis, karena harga pasaran saat itu sekitar Rp20 juta. Kabarnya, total kerugian korban dari kasus ini mencapai Rp1 triliun.
Pemiliknya, yang merupakan pasangan suami istri Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan divonis masing-masing 20 dan 18 tahun penjara. Keduanya juga diminta membayar denda sebesar Rp10 miliar.
Sementara kasus SBL terjadi pada 2019, Ketika sang pemilik, Aom Juang Wibowo berhasil menipu puluhan ribu jemaah umrah. Aom dikabarkan mengantungi Rp900 miliar dari para calon jemaah dan mengambil Rp300 miliar dari dana yang dihimpun untuk kepentingan pribadi.
Makanya, ketika pemerintah Arab Saudi akhirnya membuka jalur mandiri untuk jemaah umrah, seharusnya pemerintah memfasilitasi dengan membuka seluruh opsi penyelenggaraa, termasuk keberangkatan mandiri.
BACA JUGA:
Hidayat Nur Wahid, Wakil Ketua MPR meyakini jika umrah mandiri dilegalisasi, tidak akan berdampak negatif pada pendaftaran keberangkatan umrah melalui biro travel, karena mereka sudah memiliki ceruk jemaahnya sendiri dengan beragam fitur pelayanan.
Kebijakan umrah mandiri itu malah bisa mengoreksi dan menghapuskan biro travel umrah bermasalah bahkan bodong, yang menjanjikan keberangkatan dengan harga murah, tapi ternyata tidak melaksanakan janji yang dikampanyekan, sehingga menimbulkan banyak masalah dan kerugian terhadap jemaah umrah.