Bagikan:

JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menemukan empat alasan guru tidak mau divaksinasi COVID-19. Hal ini didapat dari pemantauan jaringan guru di sejumlah daerah.

Daerah tersebut adalah DKI Jakarta, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Purbalingga, Kota Bogor, Kabupaten Lombok Barat, Kota Mataram, Kabupaten Bima, Kota Bima, Kota Medan, Kabupaten Kerawang, kota Jambi, Kota Bengkulu, dan Kabupaten Bengkulu.

Sekjen FSGI Heru Purnomo menjelaskan, alasan pertama guru tak mau divaksin karena termakan kabar bohong atau hoaks.

"Beredar berita hoaks yang malah dipercaya, bahwa jika divaksin akan ada efek samping yang membahayakan," kata Heru dalam keterangannya, Minggu, 11 Juli.

Alasan kedua, guru mengaku memiliki penyakit bawaan namun itu hanya alasan pembenaran saja, yang sebenarnya mereka takut divaksin. Alasan ketiga, guru meragukan efektivitas vaksin Sinovac asal China yang telah dipakai di Indonesia.

"Alasan keempat, menunda untuk divaksin dengan sengaja tidak datang ke tempat kerja, padahal petugasnya sudah datang di sekolah," ucap Heru. 

Lalu, ada juga penyebab lain guru sampai saat ini belum divaksin, yakni faktor eksternal. Meski sebagian besar guru bersedia divaksinasi, namun saat ini stok vaksin masih terbatas. 

Padahal, vaksinasi untuk seluruh guru awalnya merupakan kelompok prioritas yang ditarget harus selesai divaksin pada pertengahan tahun ini. Namun, pada Juni 2021 ternyata belum rampung. Banyak guru yang belum divaksin itu sudah melakukan pembelajaran tatap muka terbatas.

"Sebagian besar guru bersedia divaksin, hanya saja jumlah vaksinnya terbatas dan belum merata di sejumlah daerah. Sehingga, banyak guru yang ingin divaksin, namun belum mendapatkan jatah vaksin," tuturnya.

Karenanya, Heru juga mendorong percepatan penuntasan vaksin untuk guru, agar para guru juga dapat memiliki kekebalan dari virus COVID-19 dan turut membentuk kekebalan kelompok di satuan pendidikan.

"Sehingga, warga sekolah yang tidak bisa divaksin dapat ikut terlindungi," imbuh dia.