JAKARTA - Langkah Pemprov DKI Jakarta meminta bantuan fasilitas bagi pasien COVID-19 kepada duta besar asing yang ada di Jakarta menuai kritik. Salah satunya datang dari pegiat media sosial, Eko Kuntadhi.
Menurut Eko, aneh bila Anies Baswedan sebagai orang nomor satu di ibu kota harus menempuh jalur ini. Pasalnya, APBD DKI Jakarta terhitung besar dibanding daerah-daerah lain di Indonesia. Pada 2021 saja, klaim Eko, anggaran itu menyentuh Rp80 triliun.
"Kalau minta bantuan model gini kesannya ke saya, melihat kayak ormas preman minta jatah THR (Tunjangan Hari Raya) ke perusahaan menjelang lebaran. Apalagi disampaikan kepada perwakilan duta besar asing di Jakarta, soalnya malu banget sih," ucap Eko lewat kanal Youtube CokroTV dikutip Kamis, 1 Juli malam.
Surat permintaan bantuan kepada kantor-kantor kedutaan besar ditandatangani oleh Kepala Biro Kerja Sama Daerah DKI Jakarta Andhika Permata pada 28 Juni 2021.
Dalam surat tersebut, Andhika menjelaskan saat ini pemerintah tengah berupaya mengendalikan kasus COVID-19 yang saat ini sedang melonjak, salah satunya dengan menyediakan fasilitas isolasi pasien COVID-19.
BACA JUGA:
Andhika menyebut saat ini Pemprov DKI tengah mempersiapkan fasilitas isolasi di Rumah Susun Nagrak, Cilincing, Jakarta Utara. Disebutkan, ada lima tower yang bisa menampung 5.000 pasien isolasi.
Menurut Eko, bila kebutuhan satu ruangan paling mahal Rp10 juta maka anggaran yang harus dikeluarkan Pemprov DKI sebesar Rp50 miliar (10 Jutax5.000 unit). Jumlah segini mustahil rasanya tidak dimiliki Pemprov DKI.
Melihat kebelakang, Pemrov DKI sepertinya hobi mengeluarkan anggaran yang tidak esensial bagi warga. Misalnya, kebutuhan cat jalan untuk jalur sepeda. Dari 73 kilometer jalur sepeda yang di cat, Pemrov menghabiskan dana sampai Rp73 miliar.
"Artinya Rp1 miliar per 1 km untuk ngecat atau bandingin dengan pembayaran DP Formula E yang enggak jelas juntrungannya. Sampai sekarang Pemda DKI udah ngeluarin duit Rp560 miliar dan kita tahu Formula E digelar apa gak, gak ada yang tahu," sindir Eko.