JAKARTA - Keputusan Presiden Joe Biden untuk mengizinkan militernya melakukan serangan udara, terhadap basis-basis kelompok milisi yang didukung Iran pada Minggu malam lalu, disebut menyasar fasilitas penyimpanan persenjataan, termasuk drone terbaru lansiran Iran.
Serangan udara Amerika Serikat (AS) Minggu malam menghantam fasilitas operasional dan penyimpanan senjata di dua lokasi di Suriah dan satu di Irak, menurut Pentagon. Target yang dipilih merupakan fasilitas yang digunakan oleh milisi yang didukung Iran, saat melakukan serangan kendaraan tak berawak (UAV) terhadap personel dan fasilitas AS di Irak.
Sebelumnya, sejumlah serangan drone menyasar personel dan fasilitas AS serta pasukan internasional di Irak. Awal bulan ini, drone bersenjata diledakan di dekat intu masuk utama Bandara Baghdad yang digunakan tentara an diplomat AS.
April lalu, fasilitas drone milik CIA di Erbil juga diserang drone. Melansir CNN, Selasa 29 Juni seorang sumber mengatakan serangan ini sedianya dilakukan setelah serangan Bulan April lalu. Namun ditunda hingga empat drone menghantam kota Irak utara dan AS membalasnya akhir pekan lalu.
Selama berbulan-bulan, personel intelijen dan militer AS di Irak telah meningkatkan peringatan tentang risiko bagi pasukan AS, dari drone buatan Iran yang lebih baru dan lebih canggih ini.
Alih-alih dipandu oleh pilot dari lokasi terpencil, beberapa drone kecil bersayap tetap ini menggunakan navigasi GPS, membuatnya jauh lebih tidak terlihat oleh sistem pengawasan AS dan tahan terhadap gangguan.
"Cukup untuk mengatakan bahwa (CIA) sekarang memberikan banyak perhatian pada masalah ini, karena hal-hal itu cenderung membangunkan Anda sedikit," sebut seorang mantan pejabat Israel yang berpengalaman di wilayah tersebut.
Sementara serangan roket terhadap personel AS di Irak telah menjadi hampir rutin, drone baru buatan Iran ini, yang disebut drone 'Bunuh Diri', dipandang oleh intelijen dan personel militer AS sebagai eskalasi yang jelas oleh Iran. Sinyal yang mengkhawatirkan bagi pejabat intelijen, AS tidak lagi menikmati otonomi di langit di atas Irak.
Dikemas dengan bahan peledak, drone baru ini memiliki berbagai ukuran. Mulai dari lebar sayap lima kaki hingga 12 hingga 15 kaki, menurut seorang pejabat militer AS, dengan iterasi yang lebih besar membawa hingga 30 kilogram bahan peledak. Kendati, ini jauh lebih kecil dan kurang mematikan daripada drone MQ-9 Reaper buatan Amerika Serikat.
Pejabat dan ahli menyebut drone baru buatan Iran ini sebagai ancaman unik. Hanya Iran yang memiliki teknologi drone ini, sehingga serangan yang dilakukan milisi dengan drone tidak diragukan lagi, disediakan oleh Iran.
"Mereka juga jauh lebih berbahaya. Seseorang bisa terbunuh dan lebih dari sebelumnya, karena semuanya akurat," kata seorang pejabat militer AS yang berbicara dengan syarat anonim.
"Kami pikir mereka benar-benar membidiknya dan hulu ledak pada benda-benda ini cukup besar," sambung sumber tersebut menggambarkan kemampuan yang dimiliki oleh drone 'Bunuh Diri'.
Para pejabat berwernang menyebut, penggunaan GPS pada drone untuk menemukan target, membuat serangan yang dilakukan sulit dihindari untuk bertahan.
"Apa yang biasa kami lakukan di masa lalu adalah mencoba menjebak hubungan antara orang yang menerbangkannya dan pesawat atau mengambil alih," ungkap mantan pejabat intelijen tersebut.
BACA JUGA:
"Itu masih yang kami coba lakukan, tapi, sekarang mereka hanya mengirimnya ke GPS. Tidak ada tautan, tidak ada yang macet, tidak ada yang diambil alih. Mereka jadi 'kurang terlihat," papar sumber tersebut.
Sementara, seorang juru bicara misi AS di Irak menambahkan, drone-drone berukuran lebih kecil juga digunakan untuk mengumpulkan informasi intelijen di pangkalan AS dan sekutu.