Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo dinilai tidak menghendaki riset untuk kemandirian medis dan kedaulatan vaksin guna menghadapi pandemi COVID-19. Hal ini lantaran banyaknya impor vaksin dari luar negeri, sementara Indonesia tidak mengembangkan riset dalam negeri.

Selain serbuan vaksin Sinovac dan AstraZeneca, pada Agustus mendatang vaksin Pfizer direncanakan sudah masuk ke tanah air.

“Saya duga Presiden Jokowi yang tak menghendaki riset untuk kemandirian medis dan kedaulatan vaksin,” ujar aktivis Petisi 28, Haris Rusly Moti kepada wartawan, Senin, 28 Juni.

Menurutnya, pengembangan dua vaksin buatan anak bangsa yakni vaksin Merah Putih dan vaksin Nusantara di dalam negeri seperti terhambat. Sampai saat ini, kedua vaksin masih dalam tahap uji klinis tahap dua.

Haris beranggapan, vaksin dalam negeri seperti ditahan para bawahan Presiden Jokowi yang pro dengan vaksin luar negeri. Dia pun membandingkannya dengan negara korban embargo vaksin.

“Sementara Iran yang diembargo berhasil bangun kedaulatan medis memproduksi Vaksin Barekat,” katanya.

 

Haris menganalogikan penanganan COVID-19 di Indonesia dan vaksin seperti kode Microsoft. Di mana senjata semakin sedikit atau micro weapon, sedangkan peperangan juga makin halus atau soft war.

“Perang gunakan perangkat lunak. Currency war, cyber war & biological war. Virus komputer, virus penyakit dan mata uang dolar AS adalah prajurit yang lumpuhkan negara sasaran,” tandasnya.