Bagikan:

JAKARTA - Buronan terpidana percobaan pembunuhan Hendra Subrata (81) alias Anyi dipulangkan dari Singapura ke Jakarta setelah 10 tahun melarikan diri. Dalam ekspose di Kejaksaan Agung, Sabtu, 26 Juni malam terungkap dirinya telah berganti KTP dan agama.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyebutkan, Hendra Subrata sebelumnya memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) DKI Jakarta.

Tempat tanggal lahirnya di Jakarta, 4 Mei 1940 dan beralamat di Jalan Kamboja No 1 RT 010/RW 001, Keluran Jati Pulo, Palmerah, Jakarta Barat, agama Kristen dan pekerjaan swasta. 

Pada saat mengurus perpanjangan paspor di KBRI Singapura ditemukan kecurigaan, Hendra menggunakan KTP atas nama Endang Rifai yang dikeluarkan oleh Provinsi Banten, tepatnya Kabupaten Tangerang.

Perbedaannya dalam KTP Provinsi Banten, kata Leonard seperti dilaporkan Antara, nama yang bersangkutan adalah Endang Rifai yang semula Hendra Subrata dengan tempat lahir yang semula di Jakarta.

Di dalam KTP Provinsi Banten, pelaku dituliskan lahir di Tangerang tanggal 6 Juni 1948 dan agama yang semula kristen berganti Islam. "Jadi yang bersangkutan (Hendra Subrata alias Endang Rifai-red) berganti nama dan berganti identitas dengan KTP Tangerang," ungkap Leonard.

Perubahan identitas Hendra Subrata inilah yang menyebabkan proses deportasi-nya berbeda dengan Adelin Lis. Adelin Lis dikategorikan sebagai buronan tingkat tinggi, ditangkap oleh Imigrasi Singapura karena menggunakan paspor palsu atas nama Hendro Leonardi.

Bahkan, terpidana kasus pembalakan liar tersebut menjalani sidang dan dipidana denda sebesar 14.000 dollar Singapura atau sekitarRp114 juta.

"Bahwa Adelin Lis ada proses hukum karena dilakukan oleh Imigrasi Singapura dan dimasukkan dalam proses hukum, namun Hendra Subrata ini memperpannjang paspor di KBRI dan ditangani oleh Imigrasi Indonesia di Singapura, itu perbedaa-nya, dan kemudian dalam proses hukum terpidana Adelin Lis didampingi oleh pengacara dilaksanakan persidangan dengan jaksa Singapura, kalau Hendra Subrata tidak ada masalah hukum di Singapura," ungkap Leonard.

Jaksa Agung Muda Intelijen Sunarta menyebutkan, deportasi Hendra Subrata terlaksana berkat kecermatan dan kesungguhan KBRI Singapura dalam menindaklanjuti kecurigaan dan temuan fungsi imigrasi KBRI Singapura mengenai identifas paspor warga negara Indonesia atas nama Endang Rifai dan kesamaannya dengan data WNI atas nama Hendra Subrata.

"Kerja sama lingkup internal yang efektif dan pelaksanaan koordinasi dengan Dirjen Imigrasi, Kejagung dan Mabes Polri serta masing-masing fungsi Atase yang berjalan lancar membuat identifikasi dan pemulangan tersebut menjadi lebih mudah," papar Sunarta.

Hendra Subrata dipulangkan ke Jakarta menggunakan pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 837, berangkat dari Singapura pukul 18.45 waktu setempat.

Pesawat yang membawa buronan Kejaksaam Negeri Jakarta Barat itu mendarat di Bandara Seokarno-Hatta sekitar pukul 19.40 WIB.

Terpidana Hendra Subrata langsung dibawa ke Kejaksaan Agung untuk selanjutnya menjalani eksekusi badan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Sebelumnya menjalani pemeriksaan kesehatan dan isolasi sesuai protokol kesehatan COVID-19.

Pemulangan Hendra Subrata mendapat perlakuan khusus karena usianya yang sudah sepuh. Meski dapat berjalan, pria usia 81 tahun itu menggunakan tongkat saat berdiri, dan dibawa menggunakan kursi roda.

Kejaksaan Agung juga menyiapkan ambulans serta petugas kesehatan yang mengawal perjalanan Hendra Subrata dari Bandara Soekarno-Hatta ke Kejaksaan Agung dan menuju Rutan Salemba. Berdasarkan kasasi putusan Mahkamah Agung, Hendra Subrata divonis empat tahun pidana penjara sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP Jo Pasal 53 ayat (1) KUHP.

Hendra Subrata melakukan percobaan pembunuhan terhadap korban Herwanto Wibobo yang tak lain rekan bisnisnya pada 2009 lalu.