Respons Temuan PPATK Ada Penyimpangan Dana APBD-Otsus Papua, Kapolri Sigit-ST Burhanuddin Wajib Bergerak
Ilustrasi-Kota Jayapura (Foto: commons wikimedia)

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang meminta aparat penegak hukum dalam hal ini Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk merespon temuan penyimpangan APBD dan dana otonomi khusus (Otsus) Papua dan Papua Barat. 

Sebelumnya, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Dian Ediana Rae mengungkap sedikitnya 82 temuan penyimpangan tersebut dan mengungkap pelaku.

“Temuan-temuan PPATK ini wajib hukumnya kepada Kapolri dan Jaksa Agung, segera melakukan fungsi penyelidikan karena ini menyangkut keuangan negara dan uang rakyat,” ujar Junimart kepada wartawan, Jumat, 25 Juni. 

Politikus PDIP itu juga mendesak Kementerian Dalam Negri (Kemendagri) segera mengevaluasi penggunaan dari APBD, Dana Otsus serta Dana alokasi umum (DAU), Dana alokasi khusus (DAK) dan penggunaan dana jenis lainnya termasuk juga Dana Desa.

“Kemendagri sebagai pengawas dan pembina para kepala daerah harus bersikap langsung turun ke daerah daerah yang bersangkutan dengan membentuk tim dari inspektorat Kemendagri,” tegas Junimart.

Menurut Junimart, penyimpangan anggaran juga sangat rentan terjadi pada penggunaan DAU dan DAK. Sehingga harus selalu dipantau oleh Pemerintah pusat melalui Kemendagri.

Begitupula dengan pengawasan di tingkat Desa, dimana saat ini terdapat dua jenis anggaran yang diterima desa yakni Dana Desa yang bersumber langsung dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Alokasi Dana Desa yang bersumber dari APBD.

“Masalah pengawasan dana alokasi umum dan dana alokasi khusus juga perlu, ini menjadi kewenangan Kemendagri. Termasuk pengawasan dana desa dan alokasi dana desa, harus benar-benar diawasi,” terangnya.

Junimart juga menilai, selama ini banyak Kepala Desa yang tidak mengetahui penggunaan dari dana desa dan alokasi dana desa tersebut. Bahkan penyalahgunaan dana tersebut juga kerap dimanfaatkan oleh oknum aparat penegak hukum, untuk mencari keuntungan pribadi.

“Selama ini para kepala desa tidak tau penggunaannya. Sehingga menjadi ‘lahan’ bagi oknum aparat penegak hukum,” tandasnya.