JAKARTA - Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Penerbangan (Perdospi) menilai, diperbolehkannya layanan penerbangan komersil bagi masyarakat untuk keperluan dinas dan keperluan mendesak lainnya harus diikuti dengan langkah yang terkoordinir dari bandara hingga kabin pesawat.
Pengurus Pusat Perdospi Wawan Mulyawan mengatakan, hal ini harus dilakukan agar pencegahan penularan COVID-19 tetap optimal tanpa mengesampingkan aspek komersil. Di bandara, misalnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) lewat Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit harus memperkuat Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) baik jumlah dan kompetensi personil hingga peralatannya.
Selanjutnya, meningkatkan kompetensi bagi para personil KKP sangatlah diperlukan dalam pengecekan cepat. "Sehingga pendekteksian dan pemantauan penumpang bisa dimaksimalkan," kata Wawan dalam keterangan tertulisnya, Senin, 18 Mei.
Peralatan pengecekan, kata dia, juga perlu ditambah. Selain itu, kalibrasi alat juga harus dilakukan secara rutin agar tidak terjadi kesalahan hasil.
Bagi masyarakat yang tidak mengikuti aturan, harus ada tindakan tegas dari otoritas keamanan yang ada di bandar udara. Khususnya mereka yang melanggar aturan physical distancing atau menjaga jarak.
Selain itu, Menteri Perhubungan lewat Dirjen Perhubungan udara harus menerapkan aturan kelengkapan dan persyaratan lainnya untuk naik pesawat lewat sistem online sebelum calon penumpang masuk ke bandara. Tujuannya, agar physical distancing bisa dilakukan.
"Sehingga proses check-in dapat berjalan cepat dan sesuai aturan physical distancing yang telah ditetapkan. Calon penumpang yang jelas tidak memenuh syarat harusnya sudah tersaring sebelum masuk bandara dan hanya faktor khusus saja, seperti baru baru muncul gejala klinis pasca submit online persyaratan yang menyebabkan calon penumpang dicegah untuk terbang," jelas Wawan.
Selanjutnya, untuk menjalankan protokol kesehatan, Wawan juga meminta agar pihak otoritas bandara selalu menyediakan tempat cuci tangan dengan sabun maupun handsanitizer.
Dia juga menilai harus ada masker yang diberikan secara cuma-cuma di bandara untuk menggantikan masker yang sebelumnya digunakan oleh calon penumpang maupun petugas. Sebab, masker ini sangat rentan rusak maupun kotor.
"Otoritas Bandara dan Otoritas Keamanan Bandara harus menerapkan penegakan hukum secara tegas namun bijaksana bagi para penumpang, melalui kebijakan pelarangan atau pengaturan ulang keberangkatan, demi keselamatan dan keamanan bersama," tegasnya.
BACA JUGA:
Menjaga kesehatan di kabin pesawat
Di dalam kabin pesawat, Wawan mengatakan physical distancing sebetulnya tak perlu diartikan sebagai pembatasan jumlah kursi yang boleh digunakan oleh penumpang. Menurut dia, ada berbagai cara kreatif untuk pelaksanaan protokol ini di dalam kabin pesawat. Termasuk menggunakan faceshield selain kewajiban memakai masker.
Selain itu, penyediaan makanan dan minuman di kursi pesawat sebelum penumpang duduk, pembatasan area dan toilet, dan penyediaan beberapa baris kursi di bagian belakang untuk pasien yang tiba-tiba bergejala COVID-19 sebenarnya lebih efektif.
"(Hal ini, red) akan lebih efektif daripada menyediakan hanya 50 persen hingga 70 persen kursi penumpang seperti disarankan beberapa pihak," kata dia.
Selain itu, perlu adanya pembuatan petunjuk secara daring bagi awak kabin dan penumpang tentang pencegahan penularan Covid-19, pengenalan gejala klinis, dan penanganan karantina di pesawat sangat diperlukan. Termasuk selalu menyediakan tenaga kesehatan di pesawat yang akan terbang, baik spesialis kedokteran penerbangan, dokter umum, atau perawat terlatih harus mulai dipertimbangkan.
Tindakan disinfeksi di dalam kabin pesawat tiap usai penerbangan juga harus dilakukan. Tujuannya agar tak ada benda yang terpapar oleh virus corona.
"Pemantauan kru pesawat dan awak kabin dalam melakukan physical distancing sebelum dan sesudah penerbangan, atau sebelum mengawaki penerbangan berikutnya, harus dilakukan secara ketat oleh maskapai penerbangan," tutupnya.